Jalan-jalan kota selalu ramai dengan orang-orang
di sabtu malam. Ya, malam begitu diagungkan untuk mereka yang sedang kasmaran.
Setiap lampu merah akan selalu ada pemandangan seorang perempuan memeluk pria
yang memboncengnya dengan begitu erat. Seolah dia akan terjatuh jika
pegangannya tidak kuat. Sempat menoleh ke arah perempuan itu, dan ternyata
belum ada RING a.k.a cincin. Satu benda yang selalu bisa membedakan mana wanita
yang telah menikah dan mana yang masih dalam status “BERPACARAN” katanya.
Bukan cemburu ya, hanya kasihan
melihat mereka. Memeluk yang belum halal untuk mereka. Andai kata mereka rajin
membaca Al-Quran bukan novel picisan yang menceritakan beberapa kisah cinta
yang sebenarnya secara langsung mempengaruhi mindset mereka, mereka pasti akan
sungkan melakukan hal tersebut. Anyway, jangan khawatir. Malam ini gue bukan
mau ngasih ceramah kok. Tulisan ini untuk orang-orang yang berhasil membuat
saya menangis. Ya, mengingat mereka akan selalu membuat saya menangis.
Seperti biasa kami berkumpul di
pelataran Anjungan Pantai Losari. Jam 7 malam selepas magrib adalah waktu yang
tepat untuk memulai pelajaran bagi anak-anak hebat kami. Kami menyebut mereka
murid “KELAS PASI”. Dan secara kebetulan hari ini adalah Fairytale Days, alias
Hari Mendongeng. Bahkan ketika kelas belum dimulai, anak-anak itu akan langsung
mengikuti kami kemana pun kami pergi.
“Kak Karin, Kak KARIN!” Panggil
Haikal, salah satu anak yang begitu senang mengaji. Jika tidak salah, anak ini
selalu menyebut saya sebagai “GURU MENGAJI”-nya. Saya hanya bisa tertawa
mendengar ucapan dia.
“KAK KARRIIIINNNN!” Panggil Riska
lagi sore tadi.
Ya. Asal tahu saja, hanya disini
nama saya berubah dari ‘ARIN’ menjadi ‘KARIN’. Sebuah nama yang begitu bagus
untuk wajah yang pas-pasan (beberapa teman saya yang bernama KARIN pada cantik
soalnya). Hanya mereka yang benar-benar selalu lupa memanggil saya dengan
sebutan “KAK ARIN” anak-anak ini jarang membaca, jadi bagaimanapun saya meminta
mereka untuk memanggil saya Arin, hasilnya selalu menjadi Karin.
Entah mereka sibuk mendengarkan atau ngelamun :| |
Dongeng malam ini dibawakan oleh
adik saya, Ardianti Lestari Aris. Judulnya Jendral Roket dan Pasukan Langit. Awalnya
saya penasaran siapa si Jendral Roket itu? Saya duduk mendengarkan bersama
anak-anak hebat ini. Sembari menatap Dian yang sedang sibuk mendongeng, beberapa
anak mulai bertanya.
“Kak, Allah itu dimana?” Tanya
Indri.
“Allah ada dimana saja.” Ucap Dian
yang saya iyakan dengan anggukan.
“Kak ini dongengnya kisah nyata?”
Ucap Asri memastikan ucapan Dian.
“Iya, ini berdasarkan kisah nyata.”
Balasnya tegas.
Jendral Roket dan Pasukan Langit. Nyata?
Sempat bertanya-tanya siapa Jendral Roket itu, lantas dimana dia tinggal. Saya
makin penasaran begitu juga adik-adik lainnya, mereka memperhatikan dengan
begitu serius. Hingga adik saya berkata, “Fahri akhirnya meninggal dunia dengan
harapan dia ingin lulus sekolah”. Wajah anak-anak itu tertunduk, seolah
membayangkan seseorang terbaring kaku dihadapan mereka. Senang rasanya melihat
anak-anak itu cukup tersentuh dengan ucapan adik saya, sebuah dongeng yang
katanya real, nyata.
Kembali Dian membuat suasana heboh, “Kalian
mau tahu siapa Jendral Roket?”
“MAUUUUU!!” Teriak anak-anak
spontan.
“Jendral ROKET adalah kak Arin.”
Ucapnya sembari menunjuk ke arah saya. Semua tatapan melihat saya. Tanpa rasa
canggung, saya langsung memperagakan gaya kesatria bertopeng di Film Kartun
Shinchan. Mata mereka kembali menatap Dian ketika dia berucap, “Dan teman Kak
Arin yang meninggal itu FAHRI. Dia
meninggal karena Leukimia.”
Wajah itu kembali terbayang di
pelupuk mata. Kembali mengingatkan saya bagaimana tidak bergunanya saya sebagai
seorang teman. Kembali mengingatkan saya betapa dulu saya tidak bisa membantu
banyak kecuali doa. Kembali mengingatkan saya akan sebuah obat Leukimia yang
seharga 890.000 tidak mampu saya berikan ke Fahri karena tidak memiliki uang.
Padahal banyak penderita Leukimia sembuh begitu meminum obat itu. Kami memang
tidak begitu dekat, namun saya selalu ingin bisa membantu teman ketika mereka
mendapat musibah. Dan hal terburuk yang saya lakukan adalah melihatnya pergi
dengan tenang. Jauh, ketempat dimana teman baik saya si Anshar juga meninggal
karena tumor.
Dongeng masih berlanjut, dan masih
juga saya diam tidak bisa mengatakan apa-apa. Hingga adik saya mengajak 9 anak
untuk pindah dari tempat kami duduk dan mulai membentuk PASUKAN LANGIT yang
baru. Pasukan Langit yang mandiri, pasukan langit yang akan terus mengejar
mimpi mereka bersama sosok Fahri. Yah, anak-anak terinspirasi dengan Semangat
Fahri. Semangat untuk mengejar kelulusannya walau Tuhan berkehendak lain.
Beribu maaf untuk setiap ucapan,
tingkah dan perbuatan yang tidak menyenangkan hati. Saya bersikap tegas hanya
untuk membentuk karakter mereka agar tidak manja. Dan beribu terima kasih untuk
dongeng malam ini. Lagi-lagi saya dibuat menangis. Jendral Roket akan selalu
ada untuk para PASUKAN LANGIT. Karena Langit atap kami, Tanah Rumah kami. Dan
Bumi tempat kami bermimpi. Tuhan, Bantu kami para pasukan langit meraih mimpi
kami.
Mengantukka bacaki.... Sumpahkaa demi apa...
BalasHapus