September 15, 2013

DONGENG PASUKAN LANGIT

     Jalan-jalan kota selalu ramai dengan orang-orang di sabtu malam. Ya, malam begitu diagungkan untuk mereka yang sedang kasmaran. Setiap lampu merah akan selalu ada pemandangan seorang perempuan memeluk pria yang memboncengnya dengan begitu erat. Seolah dia akan terjatuh jika pegangannya tidak kuat. Sempat menoleh ke arah perempuan itu, dan ternyata belum ada RING a.k.a cincin. Satu benda yang selalu bisa membedakan mana wanita yang telah menikah dan mana yang masih dalam status “BERPACARAN” katanya.
            Bukan cemburu ya, hanya kasihan melihat mereka. Memeluk yang belum halal untuk mereka. Andai kata mereka rajin membaca Al-Quran bukan novel picisan yang menceritakan beberapa kisah cinta yang sebenarnya secara langsung mempengaruhi mindset mereka, mereka pasti akan sungkan melakukan hal tersebut. Anyway, jangan khawatir. Malam ini gue bukan mau ngasih ceramah kok. Tulisan ini untuk orang-orang yang berhasil membuat saya menangis. Ya, mengingat mereka akan selalu membuat saya menangis.
            Seperti biasa kami berkumpul di pelataran Anjungan Pantai Losari. Jam 7 malam selepas magrib adalah waktu yang tepat untuk memulai pelajaran bagi anak-anak hebat kami. Kami menyebut mereka murid “KELAS PASI”. Dan secara kebetulan hari ini adalah Fairytale Days, alias Hari Mendongeng. Bahkan ketika kelas belum dimulai, anak-anak itu akan langsung mengikuti kami kemana pun kami pergi.
            “Kak Karin, Kak KARIN!” Panggil Haikal, salah satu anak yang begitu senang mengaji. Jika tidak salah, anak ini selalu menyebut saya sebagai “GURU MENGAJI”-nya. Saya hanya bisa tertawa mendengar ucapan dia.
            “KAK KARRIIIINNNN!” Panggil Riska lagi sore tadi.
            Ya. Asal tahu saja, hanya disini nama saya berubah dari ‘ARIN’ menjadi ‘KARIN’. Sebuah nama yang begitu bagus untuk wajah yang pas-pasan (beberapa teman saya yang bernama KARIN pada cantik soalnya). Hanya mereka yang benar-benar selalu lupa memanggil saya dengan sebutan “KAK ARIN” anak-anak ini jarang membaca, jadi bagaimanapun saya meminta mereka untuk memanggil saya Arin, hasilnya selalu menjadi Karin.

Entah mereka sibuk mendengarkan atau ngelamun :|

            Dongeng malam ini dibawakan oleh adik saya, Ardianti Lestari Aris. Judulnya Jendral Roket dan Pasukan Langit. Awalnya saya penasaran siapa si Jendral Roket itu? Saya duduk mendengarkan bersama anak-anak hebat ini. Sembari menatap Dian yang sedang sibuk mendongeng, beberapa anak mulai bertanya.
            “Kak, Allah itu dimana?” Tanya Indri.
            “Allah ada dimana saja.” Ucap Dian yang saya iyakan dengan anggukan.
            “Kak ini dongengnya kisah nyata?” Ucap Asri memastikan ucapan Dian.
            “Iya, ini berdasarkan kisah nyata.” Balasnya tegas.
            Jendral Roket dan Pasukan Langit. Nyata? Sempat bertanya-tanya siapa Jendral Roket itu, lantas dimana dia tinggal. Saya makin penasaran begitu juga adik-adik lainnya, mereka memperhatikan dengan begitu serius. Hingga adik saya berkata, “Fahri akhirnya meninggal dunia dengan harapan dia ingin lulus sekolah”. Wajah anak-anak itu tertunduk, seolah membayangkan seseorang terbaring kaku dihadapan mereka. Senang rasanya melihat anak-anak itu cukup tersentuh dengan ucapan adik saya, sebuah dongeng yang katanya real, nyata.
            Kembali Dian membuat suasana heboh, “Kalian mau tahu siapa Jendral Roket?”
            “MAUUUUU!!” Teriak anak-anak spontan.
           “Jendral ROKET adalah kak Arin.” Ucapnya sembari menunjuk ke arah saya. Semua tatapan melihat saya. Tanpa rasa canggung, saya langsung memperagakan gaya kesatria bertopeng di Film Kartun Shinchan. Mata mereka kembali menatap Dian ketika dia berucap, “Dan teman Kak Arin yang meninggal itu FAHRI. Dia  meninggal karena Leukimia.”
       Wajah itu kembali terbayang di pelupuk mata. Kembali mengingatkan saya bagaimana tidak bergunanya saya sebagai seorang teman. Kembali mengingatkan saya betapa dulu saya tidak bisa membantu banyak kecuali doa. Kembali mengingatkan saya akan sebuah obat Leukimia yang seharga 890.000 tidak mampu saya berikan ke Fahri karena tidak memiliki uang. Padahal banyak penderita Leukimia sembuh begitu meminum obat itu. Kami memang tidak begitu dekat, namun saya selalu ingin bisa membantu teman ketika mereka mendapat musibah. Dan hal terburuk yang saya lakukan adalah melihatnya pergi dengan tenang. Jauh, ketempat dimana teman baik saya si Anshar juga meninggal karena tumor.
            Dongeng masih berlanjut, dan masih juga saya diam tidak bisa mengatakan apa-apa. Hingga adik saya mengajak 9 anak untuk pindah dari tempat kami duduk dan mulai membentuk PASUKAN LANGIT yang baru. Pasukan Langit yang mandiri, pasukan langit yang akan terus mengejar mimpi mereka bersama sosok Fahri. Yah, anak-anak terinspirasi dengan Semangat Fahri. Semangat untuk mengejar kelulusannya walau Tuhan berkehendak lain.

            Beribu maaf untuk setiap ucapan, tingkah dan perbuatan yang tidak menyenangkan hati. Saya bersikap tegas hanya untuk membentuk karakter mereka agar tidak manja. Dan beribu terima kasih untuk dongeng malam ini. Lagi-lagi saya dibuat menangis. Jendral Roket akan selalu ada untuk para PASUKAN LANGIT. Karena Langit atap kami, Tanah Rumah kami. Dan Bumi tempat kami bermimpi. Tuhan, Bantu kami para pasukan langit meraih mimpi kami.

1 komentar: