“Membesarkan sebuah Komunitas
tidaklah mudahlah”. Gue cukup yakin dengan kalimat itu. Memang tidak mudah.
Sangatlah tidak mudah. Layaknya membesarkan seorang anak, kita dituntut sabar
dan terus menjaga anak kita. Gue gak yakin hubungannya membesarkan komunitas
dengan membesarkan anak ada.
26 April kemarin Save street child
Makassar resmi di buka di Makassar. Hal pertama yang ada di pikiran gue waktu
itu cuma, “Bagaimana ngumpulin anak-anak jalanan dan memberi mereka ilmu?”
well, itu bukan hal yang mudah untuk wilayah Makassar. Seperti yang kita tahu,
di Makassar beberapa anak jalanan diatur oleh “BOS” mereka. Anak-anak berjualan
dijalanan sementara “BOS” mereka mengawasi dari kejauhan. Ketika mereka
meninggalkan jualan mereka dengan alasan apapun maka si “BOS” akan marah, dampaknya
adalah anak-anak yang tidak berdaya itu.
Lalu, ketika SSC Makassar sudah
terbentuk. Hal selanjutnya yang membuat gue pusing adalah “Bagaimana
mengumpulkan dana untuk menopang komunitas ini tetap bisa ngadain event untuk
adik-adik?” Tapi ini gak lama kok, Adik gue yang juga salah satu pemegang
peranan penting berdirinya SSC Makassar bisa mengatasi solusi ini dengan
ide-ide yang luar biasa. Gue sempat ngira begitu SSC Makassar terbentuk, hanya
gue yang bakalan pusing. Nyatanya dua orang lainnya ikutan pusing karena gue.
Huahahaha...
Next satu masalah lewat. Lalu,
kembali SSC Makassar membuat sebuah gerakan untuk menarik beberapa anak-anak
muda untuk bergabung bersama. Menjadi seorang penggerak. Yeah, menemukan
seseorang yang benar-benar peduli itu susah. Beberapa orang yang tergabung
dalam sebuah komunitas ada dua kemungkinan. Pertama, Mereka hanya ingin nampang
nama “Well, gue gabung di komunitas ini. Komunitas itu. Komunitas ini, itu, dan
bla-bla-bla...” itu yang bakalan dikatakan tipe pertama ketika dia gabung dalam
beberapa komunitas. Istilahnya, tipikal orang ini adalah orang yang hanya ingin
pamer.
Lalu, tipe kedua. Mereka yang ingin
dibilang “sok peduli”. Anyway, gue tahu
dunia ini panggung sandiwara. Beberapa dari mereka ada yang menggunakan
topeng dan betah menggunakan topeng itu. Tipikal kedua ini terbilang begitu “SO-SINETRON”.
And then, tipikal ketiga. Tipikal ini mereka yang benar-benar peduli. Mereka
yang ngerti tanggung jawab dan tidak lari dari setiap tugas yang mereka emban.
As we know, gak ada satu orang pun
di dunia ini yang senang di PHP-in. Termasuk gue. Gak ada juga yang senang
dengan orang yang suka berpura-pura. Termasuk gue. Gak ada juga orang yang
senang sama orang yang lari dari tanggung jawab. Termasuk gue. Gak ada juga
orang yang suka dengan seseorang yang suka “mengiyakan” lantas “tidak ada
tanggung jawab” yang terlihat di deadline tanggal tugasnya. Termasuk gue. Gak
akan ada orang yang suka dengan orang seperti ini.
Well, kita berkumpul dalam satu
komunitas bukan hanya menikmati “SENANGNYA” saja, “SUSAHNYA” pun mesti kita
tanggung bersama. Gue sempat heran dengan beberapa orang yang gabung di
komunitas ini, mereka terlihat peduli namun nyatanya tidak. Tempat ngajar kita
memang jauh, desa nelayan. Menggunakan motor kira-kira makan waktu sejam. Naik
angkutan umum pun begitu. Namun, jika memang kita peduli pada pendidikan anak
negeri. Peduli pada senyum yang terukir diwajah mereka ketika kita memberikan
pelajaran, jarak juga waktu yang begitu lama bukanlah kendala bukan?
Ahh, sudahlah... tulisan ini hanya
sebuah coretan uneg-uneg. Tidak sepenuhnya benar. Ada kalanya ketika sebuah
kekesalan menumpuk di ubun-ubun satu-satunya cara biar plong hanya membebaskan
diri melalui sebuah tulisan. Karena itu, beberapa orang senang berdiam diri didepan laptop dan mulai merangkai kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar