Juni 20, 2013

Coretan Kekecewaan

  “Membesarkan sebuah Komunitas tidaklah mudahlah”. Gue cukup yakin dengan kalimat itu. Memang tidak mudah. Sangatlah tidak mudah. Layaknya membesarkan seorang anak, kita dituntut sabar dan terus menjaga anak kita. Gue gak yakin hubungannya membesarkan komunitas dengan membesarkan anak ada.
            26 April kemarin Save street child Makassar resmi di buka di Makassar. Hal pertama yang ada di pikiran gue waktu itu cuma, “Bagaimana ngumpulin anak-anak jalanan dan memberi mereka ilmu?” well, itu bukan hal yang mudah untuk wilayah Makassar. Seperti yang kita tahu, di Makassar beberapa anak jalanan diatur oleh “BOS” mereka. Anak-anak berjualan dijalanan sementara “BOS” mereka mengawasi dari kejauhan. Ketika mereka meninggalkan jualan mereka dengan alasan apapun maka si “BOS” akan marah, dampaknya adalah anak-anak yang tidak berdaya itu.
            Lalu, ketika SSC Makassar sudah terbentuk. Hal selanjutnya yang membuat gue pusing adalah “Bagaimana mengumpulkan dana untuk menopang komunitas ini tetap bisa ngadain event untuk adik-adik?” Tapi ini gak lama kok, Adik gue yang juga salah satu pemegang peranan penting berdirinya SSC Makassar bisa mengatasi solusi ini dengan ide-ide yang luar biasa. Gue sempat ngira begitu SSC Makassar terbentuk, hanya gue yang bakalan pusing. Nyatanya dua orang lainnya ikutan pusing karena gue. Huahahaha...
            Next satu masalah lewat. Lalu, kembali SSC Makassar membuat sebuah gerakan untuk menarik beberapa anak-anak muda untuk bergabung bersama. Menjadi seorang penggerak. Yeah, menemukan seseorang yang benar-benar peduli itu susah. Beberapa orang yang tergabung dalam sebuah komunitas ada dua kemungkinan. Pertama, Mereka hanya ingin nampang nama “Well, gue gabung di komunitas ini. Komunitas itu. Komunitas ini, itu, dan bla-bla-bla...” itu yang bakalan dikatakan tipe pertama ketika dia gabung dalam beberapa komunitas. Istilahnya, tipikal orang ini adalah orang yang hanya ingin pamer.
            Lalu, tipe kedua. Mereka yang ingin dibilang “sok peduli”. Anyway, gue tahu  dunia ini panggung sandiwara. Beberapa dari mereka ada yang menggunakan topeng dan betah menggunakan topeng itu. Tipikal kedua ini terbilang begitu “SO-SINETRON”. And then, tipikal ketiga. Tipikal ini mereka yang benar-benar peduli. Mereka yang ngerti tanggung jawab dan tidak lari dari setiap tugas yang mereka emban.
            As we know, gak ada satu orang pun di dunia ini yang senang di PHP-in. Termasuk gue. Gak ada juga yang senang dengan orang yang suka berpura-pura. Termasuk gue. Gak ada juga orang yang senang sama orang yang lari dari tanggung jawab. Termasuk gue. Gak ada juga orang yang suka dengan seseorang yang suka “mengiyakan” lantas “tidak ada tanggung jawab” yang terlihat di deadline tanggal tugasnya. Termasuk gue. Gak akan ada orang yang suka dengan orang seperti ini.
            Well, kita berkumpul dalam satu komunitas bukan hanya menikmati “SENANGNYA” saja, “SUSAHNYA” pun mesti kita tanggung bersama. Gue sempat heran dengan beberapa orang yang gabung di komunitas ini, mereka terlihat peduli namun nyatanya tidak. Tempat ngajar kita memang jauh, desa nelayan. Menggunakan motor kira-kira makan waktu sejam. Naik angkutan umum pun begitu. Namun, jika memang kita peduli pada pendidikan anak negeri. Peduli pada senyum yang terukir diwajah mereka ketika kita memberikan pelajaran, jarak juga waktu yang begitu lama bukanlah kendala bukan?

            Ahh, sudahlah... tulisan ini hanya sebuah coretan uneg-uneg. Tidak sepenuhnya benar. Ada kalanya ketika sebuah kekesalan menumpuk di ubun-ubun satu-satunya cara biar plong hanya membebaskan diri melalui sebuah tulisan. Karena itu, beberapa orang senang berdiam diri didepan laptop dan mulai merangkai kata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar