Oktober 18, 2012

HUJAN DAN KAMU

Assalamu’alaikum....
       Gak kerasa udah hampir beberapa sebulan gak update blog (Padahal baru sebulan doang), biar dikatain sibuk banget gitu. Sempat sibuk banget kemarin-kemarin, kecapean lah jadi ketika sudah ketemu sama bantal bawaannya pengen meluk terus tidur deh. Oh iya, gue juga lagi sibuk mengurus ini dan itu doakan biar cepat terwujud. Dan untuk mencairkan kekakuan yang terjadi selang beberapa waktu ini, satu tulisan ini gue persembahkan untuk kalian yang senantiasa mampir di gubuk gue bahkan ketika gue gak muncul sama sekali. Maklum, ada kalanya empang tetangga minta dikuras airnya jadi gue bantu dulu. terus kadang juga sapi tetangga minta dikerokin, lumayanlah kumpulin duit buat makan. Oh iya, kali-kali reader pengen kerja sampingan, hubungi gue saja. Gaji lumayan gede, 2 juta. kerjanya juga gampang, cebokin sapi tiap kali mereka selesai PUP.
      Oh iya, jangan tanya kenapa gue mau nulis bagian menjijikan diatas. gue juga bingung tuh kenapa. Bagian pembuka hanya biar kalian gak ketawa aja. so, enjoy this.....

HUJAN DAN MEMORI TUA
Makassar 2012...
            Leanis berdiri di depan ventilasi kecil kamarnya menatap langit pagi hari yang tampaknya terlihat sedih. Tidak ada mentari hanya ada rasa dingin yang menusuk tubuh. Matanya masih terpaku pada gerak ringan daun dari pohon yang tumbuh di belakang rumah tetangga. Leanis menatap lama menunggu mentari muncul namun tidak lagi ada cahaya yang menembus ventilasi kecil kamarnya, sekedar hanya untuk mengucapkan selamat pagi atau sekedar menyapa dan membangunkannya dari mimpi indahnya.
            “Jangan hujan dulu Tuhan, kumohon!” Leanis masih berdiri menatap keluar. “Saya sedang tidak ingin dikunjungi olehnya.”
            Satu doa yang selalu dia panjatkan ketika langit sedang suram. Leanis bergegas membereskan barang-barangnya. Kondisi hatinya benar-benar sedang tidak baik, semalam dia kembali merasa hatinya cemburu pada sesuatu hal yang tidak semestinya dia cemburui. Leanis selalu berusaha menahan rasa sukanya, menahan untuk tidak membuka twitter Adit tapi setiap kali dia melihat twitter dan membuka timelinenya pikirannya selalu mengatakan “Kamu gak berkunjung ke profile Adit?” dan suka tidak suka Leanis akan langsung refleks membuka profile Adit.
            Pink, begitu dia menyebut motor honda beat miliknya. Warna yang tidak begitu dia suka namun karena mamanya yang memilihkan untuknya Leanis selalu sayang sama motornya. Tidak jarang kalau lagi bosan dipagi hari dan tidak ada yang bisa di temani ngobrol Leanis akan ngobrol dengan Pink. Berbicara juga bercerita ini dan itu. Kadang juga nangis sama-sama pink. Dan kelebihan lain motornya ini, Pink kadang gak nurut kalau sama orang lain. Pernah sekali teman Leanis minjem motornya gak beberapa menit kemudian temennya nelpon terus bilang, “Motor lu gak bisa nyala gimana nih?”
            Bahkan benda matipun ketika telah lama bersama dengan yang bernyawa dia juga bisa tahu siapa yang dia temani bepergian. Begitulah Leanis, kadang kala pemikirannya terlalu fiksi. Terlalu banyak berkhayal, setiap kali Leanis menceritakan kisah Pink ini semua temannya hanya bisa geleng-geleng kepala sambil berucap “Obat kamu gak diminum ya semalam” dengan nada bercanda.
            Makassar dipagi hari selalu identik dengan kemacetan. Bagi Leanis setiap pagi semua orang bakalan menggila, kejar-kejaran dengan waktu. Ada kalanya Leanis beanggapan bahwa sebagian warga makassar benar-benar liar ketika pagi hari. Mereka berusaha mengejar keterlambatan, yang kerja berusaha agar tidak terlambat dan yang sekolah juga berusaha untuk tidak terlambat. Tak jarang ada saja kejadian menakutkan yang terjadi akibat aksi kebut-kebutan. Jatuh dari motorlah, keserempet motorlah sampai-sampai nabrak. Jika saja manusia lebih berfikir untuk berangkat tepat waktu mungkin tidak akan pernah ada kecelakaan. Tidak perlu berebut juga memperebutkan jalanan yang selalu menjadi milik bersama.
***
            Kantor di pagi hari, selalu membuat senyum terpaksa mengembang di wajah Leanis. Rasanya aneh jika saja dia tiba di kantor tanpa tersenyum begitu masuk ke dalam ruangan. Seperti pagi ini, sebelum masuk ruangan dia berhenti sejenak mengatur nafasnya juga ekspresinya lalu dengan senyum biasa dia masuk sambil mengucap salam.
            “Pagi kak Leanis.” Sapa Zalia seperti biasa.
            “Pagi!” Balas Leanis dengan senyum masih mengembang di wajahnya.
            Tumpukan pekerjaan yang belum sempat Leanis selesaikan kini kembali dimulai. Jam 8 adalah waktunya untuk memulai apa yang kemarin sempat tertunda. Kata orang cara terbaik melupakan beban pikiran adalah dengan membuatnya sibuk mengerjakan hal-hal lain. Seperti sekarang ini, Leanis menyibukkan dirinya agar dia lupa bahwa tidak seharusnya dia cemburu pada seseorang yang tidak pernah dia miliki.
            Kondisi kantor Leanis belakangan ini cukup sibuk, ulang tahun yang ke 60 mengharusnya semua karyawannya ikut terlibat dalam hal apapun. Karena Leanis hanya karyawan baru makanya hanya dia dan beberapa karyawan lainnya yang santai-santai saja dan masih sibuk dengan kerjaannya setiap hari.
            “Akhirnya selesai.” Sahut Leanis sambil menyandarkan tubuhnya. Dia melirik ke arah Zalia, Zalia tampak sibuk dengan tumpukan kertas dan kalkulator. Jemarinya sibuk menekan tombol-tombol pada kalkulator, menghitung biaya-biaya apakah sesuai dengan payment atau justru kurang dan lebih.
“Mau dibantu gak?” Leanis merapatkan kursinya.
“Kakak tidak punya kerjaan lagi?” Jawab Zalia tanpa melihat Leanis.
“Tidak ada lagi, sudah selesai. Mau di bantu gak?”
“Gak perlu kak. Kalau mau bantu pijetin bahu saya saja.”
Zalia itu seperti adik juga obat bagi Leanis, ketika stress Leanis suka bercanda dengan Zalia. Dengan atau tanpa sadar sekalipun Leanis akan spontan tertawa ketika Zalia mengatakan hal yang sebenarnya tidak begitu lucu. Semua beban pikiran akan menjadi sebuah tayangan komedi begitu Leanis menghabiskan waktunya dengan keluarga barunya di kantor.
“Sholat Yuk!” ajak Leanis.
“Tungguin kakak, lima menit lagi ya.”
Leanis lalu kembali melihat ponselnya, tidak ada apa-apa disana. Dia lalu membuka twitter dan membaca semua tweet yang muncul di timelinenya. Sekali lagi ada rasa tergoda bagi Leanis untuk membuka profile Adit namun buru-buru Leanis meletakkan kembali ponselnya dan mengambil mukenah kemudian menuju musholla bersama Zalia.
Pemandangan dari lantai 10 selalu membuat Leanis merasa Tuhan itu benar-benar hebat. Hamparan langit yang kini awannya kian menghitam, jejeran rumah yang berdiri kokoh dan rapi. Semua ciptaan Tuhan.
“Kayaknya mau hujan deh.” Sahut Zalia mendekat ke jendela.
“Semoga tidak.” Leanis menjawab datar.
“Bagusan hujan kak, gak panas. Sejuk. Bisa main air.” Balas Zalia tidak ingin kalah. “Kan kasihan juga yang mengalami kekeringan belakangan ini kalau hujan tidak juga turun.”
“Iya ya. Baiklah kalau alasan hujannya karena untuk mengurangi kekeringan bolehlah hujan turun hari ini.”
Leanis punya alasan kenapa dia tidak begitu suka hujan. Hujan selalu membawa memori tua miliknya kembali ke ingatannya. Memori setahun silam, memori yang selalu ingin dia lupakan namun selalu muncul bahkan ketika Leanis tidak menginginkannya untuk muncul. Memori yang selalu berdiri menunggu waktu yang tepat untuk bersilaturahim dengan Leanis. Dan waktu yang tepat memori itu muncul adalah ketika hujan turun. Ketika hujan turun memori tua itu akan mampir dengan sendirinya tanpa Leanis minta.
When the world turns dark
And the rain quietly falls
Everything is still
Even today, without a doubt
I can’t get out of it
I can’t get out from the thoughts of you
Now
I know that it’s the end
I know that it’s all just foolishness
Now I know that it’s not true
I am just disappointed in myself for
Not being able to get a hold of you because of that pride
On the rainy days you come and find me
Torturing me through the night
When the rain starts to stop, you follow
Slowly, little by little, you will stop as well
I must be drunk, I think I need to stop drinking
Since the rain is falling, I think I might fall as well
Well this doesn’t mean that I miss you, no it doesn’t mean that
It just means that the time we had together was a bit sharp
When it’s the type of day that you really liked
I keep opening the raw memories of you
Making the excuse that it’s all memories, I take a step forward
I don’t even make the effort to escape
Now
I erased all of you
I emptied out all of you
But when the rain falls again
All the memories of you I hid with effort
It all comes back, it must be looking for you
On the rainy days you come and find me
Torturing me through the night
When the rain starts to stop, you follow
Slowly, little by little, you will stop as well
(To you) Now there is no path for me to return
But looking at your happy face
I will still try to laugh since I was the one
Without the strength to stop you
On the rainy days you come and find me
Torturing me through the night
When the rain starts to stop, you follow
Slowly, little by little, you will stop as well
What can I do about something that already ended?
I’m just regretting after like the stupid fool I am
Rain always falls so it will repeat again
When it stops, that’s when I will stop as well
Rain always falls so it will repeat again
When it stops, that’s when I will stop as well

Leanis menatap layar ponselnya, terjemahan dari lagu Beast – Rainy Days membuatnya sadar bahwa sebagian dari apa yang dia baca di lirik barusan juga dia rasakan. Hujan akan selalu membawa memori tua milik Leanis kepadanya. Semakin deras hujan itu semakin kuat memori tua itu bergentayangan di kepala Leanis. Dan benar saja, begitu Leanis berbalik menatap keluar jendela disana tidak lagi terlihat apa-apa yang ada hanya kabut putih dan suara rintik air yang membasahi bumi.
Pada akhirnya hujan juga rindu menyapa bumi. Seperti sekarang, Leanis duduk di hadapan komputernya menatap komputernya lalu tersenyum dan berucap samar “Rendi”. Selalu setiap kali hujan turun Rendi akan mampir, membuatnya tersenyum lalu begitu hujan berhenti Rendi akan pergi perlahan meninggalkan jejak di otak Leanis.
Dear Penguasa Langit...
Saya kembali. Setelah sebulan lebih tidak pernah menyapa-Mu kini saya hadir, datang untuk mengantarkan surat protes saya. Kenapa harus hujan? Oh salah, kenapa harus datang lagi disaat saya sudah benar-benar melupakannya. Kau yang mengontrol hati ini yang membuatku bergerak juga berfikir, saya mohon hilangkanlah memori tua itu. Dia selalu datang disaat yang tidak saya inginkan. Saya juga ingin menikmati hujan dengan cara saya sendiri bukan dengan mengingat apa yang seharusnya saya lupa. Saya mengingatnya disaat hujan bukan karena merindukannya. Tapi karena lebih.... entahlah. Saya juga bingung. Kamu yang lebih tahu jawabannya wahai Penguasa Langit. Malam ini saya ingin bertemu sirius, tolong katakan padanya untuk muncul malam ini.
_Leanis_
Leanis menutup buku yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi. Hujan masih mengguyur kota makassar. Pikiran Leanis kacau karena memori tua yang ditinggalkan Rendi untuknya. Satu-satunya cara Leanis mengatasinya hanya menatap profile twitter Adit seraya mengucap mantra “Saya suka sama kamu.” Berulang kali.
Hujan. Selalu ada cerita tentang seseorang di balik hujan. Entah itu mereka menghabiskan waktu bersama di bawah hujan atau sekedar melakukan hal yang sama di tempat yang berbeda ketika hujan turun. Memori tua yang mampir bukan berarti tanda rindu hanya saja dia juga ingin sedikitnya bersilaturahim setelah beberapa lama dilupakan. Anggaplah bertemu dengan teman lama dengan begitu memori tua itu tidak akan begitu menganggu.
“Yaaa... hujannya berhenti deh.” Zalia tampak kecewa.
Leanis tersenyum seraya berbisik, “Jangan pernah mampir lagi. Bahkan ketika hujan turun.” [ ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar