Gue masih mempertahankan mimpi gue yang sudah berubah-ubah sejak jaman purba hingga abad bling-bling lewat. Impian gue cuma satu, gue pengen menjadi seorang penulis. Yah, penulis. Satu kata kerja yang sangat bermakna bagi gue. Dulu ketika kecil gue emang sempat kepengen banget jadi dokter biar bisa ngebantu yang gak mampu. Tapi berhubung gue agak-agak parno ngeliat darah jadinya gue batalin impian gue buat jadi dokter dan beralih menjadi pengacara.
Kelas dua SMP gue sangat ingin menjadi pengacara, itu karena gue merasa pengacara di jaman dulu hanya akan membela orang-orang yang memiliki duit berlimpah ruah. Yah, dulu gue beranggapan bahwa seorang pengacara hanya akan membela mereka yang uangnya di pake mandi, sementara orang-orang yang kecil yang hanya mampu makan nasi + tempe kayak gue mungkin tidak akan mendapat pembelaan yang layak. Karena alasan ini gue kebelet banget pengen jadi pengacara, dengan alasan "Gue bakalan ngebela rakyat kecil".
Impian gue untuk menjadi seorang pengacara sempat bertahan selama beberapa tahun, namun sayang gue tipikal bunglon. Dimana gue hinggap maka warna gue bakalan berubah, yah dalam artinya impian gue juga ikutan berubah. Jaman SMA gue selalu ikut lomba-lomba dengan tujuan gue harus menang dan dapetin duit buat jajan. Hasilnya begitu gue nginjek bangku SMA gue pun merubah mimpi gue yang dari jadi pengacara menjadi ORANG KAYA RAYA.
![]() |
| Saking kayanya uang di pake buat mandi |
Kenapa gue pengen jadi orang kaya, itu semua karena gue berfikir ketika gue punya banyak harta gue bisa membagi harta gue kepada mereka yang tidak mampu. Satu hal yang gampang banget ngebuat gue nangis, yaitu ketika gue dengar kisah hidup seseorang yang begitu kekurangan. Dulu ketika krisis ekonomi melanda gue juga sempat mengalami yang namanya kesulitan ekonomi. Bahkan ketika kuliahpun gue masih sering ngeluh ketika akhir bulan hanya indomie yang gue santap, padahal di luar sana banyak yang pengen makan indomie namun tidak mampu untuk membelinya. Mereka yang di luar sana yang hanya berpenghasilan 5.000 mungkin tidak befikir untuk membeli sebungkus indomie melainkan mereka berfikir untuk menabung uang mereka untuk keluarga mereka.
Enak bukan ketika kita menjadi orang yang berlimpah materi, bisa nyumbang untuk anak-anak panti asuhan, bisa ngasih santunan ke panti jompo, dan bisa melakukan banyak hal. Ini yang membuat gue semasa SMA begitu tertarik dengan uang. Maka tidak jarang ketika gue ikut lomba gue selalu berusaha untuk menang semata-mata agar gue dapat uang yang lebih.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, gue ngerti satu hal dari apa yang telah gue pelajari selama gue hidup di dunia ini. Seseorang pernah bertanya kepada gue, "Bagaimana caranya lo ngebahagiain orang lain jika lo terlahir dalam kondisi miskin, gak punya apa-apa?" Gue sempat berfikir lama, kemudian dengan spontan gue ngejawab, "Gue bakal bahagiain mereka dengan jasa gue. Gue bantu mereka sebisa gue, atau paling enggak gue ngajarin mereka sesuatu."
Temen gue cuma tertawa waktu itu, rasanya pengen nyumpel mulutnya pake kaos kaki gue. Apa yang salah dengan jawaban gue coba? Dia kembali berucap, "Kalau mereka gak bisa menerima apa yang lo ajarkan gimana?" Gue makin bingung menjawab pertanyaan temen gue itu. Ya, benar katanya. Jika gue ngasih bantuan ke orang lain dalam bentuk jasa mungkin gak begitu berharga buat mereka. Mungkin mereka hanya akan menganggapnya angin lalu. Lalu gue balik bertanya, "Kalau lo bakalan gimana?"
"Gue bisa berbagi tawa dengan mereka. Karena menurut gue ketika orang lain tertawa karena kita itu artinya kita udah ngebagi kebahagiaan untuk mereka." Ucapnya. "Salah satu caranya dengan cerita. Yah, bercerita hal-hal yang menyenangkan mereka. Menyemangati mereka, dan membuat mereka sadar bahwa ada kalanya pendidikan pun bisa tidak berguna."
Sejak saat itu gue kembali banting stir, dari impian menjadi orang kaya kini menjadi seorang penulis. Yah, seorang penulis. Bagi gue dengan menceritakan hal-hal yang bisa membantu orang lain berubah adalah hal terbaik yang bisa gue lakukan. Melihat orang lain tertawa karena tulisan gue rasanya sungguh membahagiakan, gue bisa membagi kebahagiaan dengan membuat orang lain tertawa. Gue bisa membagi kehagiaan dengan membantu mereka menemukan jalan atau bakat yang terpendam dalam diri orang lain. [ ]
Untuk ayahku tercinta...
Jika saja kau izinkan aku melakukan apa yang menurutku baik untukku maka aku akan membuktikan padamu bahwa menjadi seorang penulis bukanlah hal yang memalukan. Aku ingin menjadi seorang penulis yah, membagi kisah hidupku kepada orang lain sebagai suatu pembelajaran kepada mereka. Aku ingin berguna untuk orang lain ayah. dan satu satunya jalan yang menurutku bisa membuatku berguna adalah dengan menulis.
Aku tidak pernah menginginkan kerja di sebuah kantor besar dengan gaji yang begitu banyak, yang ingin ku lakukan hanya bermain dengan imajinasiku dan menghasilkan sesuatu untuk menghibur orang lain.
Jika saja ayah mengizinkan aku mengejar apa yang telah lama ku impikan, aku berjanji tidak akan aku mengecewakan ayah seperti janjiku dulu dari SMP hingga SMA. Jika saja ayah tahu rasanya bermain dengan imajinasi mungkin ayah tidak perlu mencemasku bahkan ketika semua kantor menolakku. Jika saja ayah tahu, bermain dengan imajinasi lebih seru di bandingkan dengan bermain dengan angka mungkin ayah akan berkata, "Kembangkan bakatmu nak. Kau akan menjadi seorang penulis yang hebat kelak."
Jika saja ayah mau memberikanku satu kesempatan untukku, aku berjanji tidak akan membuat ayah malu. Aku lebih suka menjadi seorang penulis dibanding PNS atau karyawan kantoran, aku lebih suka berbagi ilmu dengan orang-orang di banding duduk seharian menatap komputer. Jika saja ayah mengizinkan, aku ingin melepas apa yang ku dapatkan sekarang. Bukan karena aku sombong tapi karena aku benar-benar hanya ingin mendapatkan impianku.
Jika saja ayah tahu, disetiap doaku aku selalu meminta Tuhan membantuku untuk mewujudkan impianku menjadi penulis bukan meminta untuk meningkatkan karirku. Jika saja ayah tidak kecewa ketika ku lepaskan semua yang telah ku dapat mungkin aku bisa fokus menyelesaikan semua tulisanku.
Ayah, aku hanya ingin menyelaraskan doaku dan doamu. Berhenti mendoakanku untuk tetap bertahan di posisi dimana aku mulai jenuh menjalaninya. Tetapi berdoalah untukku agar naskahku bisa di terbitkan. Berdoalah untukku agar aku berguna untuk orang lain, karena bagiku sukses itu bukan ketika kita berlimpah materi tapi ketika aku mampu membahagiakan orang lain walaupun bukan dengan materi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar