Agustus 25, 2015

Menulis Kembali

Apa kamu pernah merasa di usir?
Bukan, bukan di usir dari rumah juga. I mean di usir dari kehidupan seseorang yg begitu ingin kamu masuki sejak tahun-tahun lalu. Di usir dengan alasan-alasan yg terlalu di buat-buat, di usir dengan alasan yg sebenarnya masih bisa kalian bertahan.

Bertahan?
Iya, saat kamu berusaha memegang sesuatu. Menahannya agar ia tidak jatuh ke jurang, namun peganganmu itu dia lepas dengan sengaja. Dia meninggalkanmu sendiri di puncak dan mencari jalan pulang sendiri di bawah sana. Kamu sekuat tenaga turun mencarinya, mencoba menyusuri jejaknya dengan robekan-robekan pakaiannya di ranting-ranting pohon. Mencoba menemukan jejaknya melalu darah-darah yg mengucur dari lukanya yg terbuka. Namun, kamu tidak pernah menemukannya. Kamu terus mencarinya dengan khawatir, bahwa suatu ketika kamu bisa menemukannya dan menemaninya sembari merawat luka-luka yang masih ada di tubuhnya. Kamu dengan sekuat tenaga mencarinya namun dia dengan sekuat tenaga meninggalkanmu.

Kamu bertahan saat dia melepasmu. Kamu tidak bertahan, kamu berusaha melampiaskan emosimu, rasa khawatirmu, rasa bersalahmu. Sebab jauh di dalam hatimu, kamu tahu bahwa kamu yg merenggangkan peganganmu hingga membuatnya jatuh. Kamu yg tidak sekuat tenaga memegangnya hingga ia terjatuh. Dibalik semua bertahanmu, kamu sangat merasa bersalah. Bahwa ada bagian dari dirimu yang membuatnya kehilangan kendali hingga pegangannya renggang.

Kamu masih mencarinya hingga nafasmu terengah-engah. Hingga kakimu mulai berdarah. Kamu terus mencarinya, hingga kau temukan sosoknya. Menghampirinya, berusaha memeluknya karena rindu yg begitu menyesakkan dadamu. Namun, dalam langkah pelan-pelan kamu menghampirinya. Dia menatapmu dengan tatapan, "Bisakah kamu menghilang saja!". Dan kamu mulai melangkah mundur, menjauh. Sebab sebanyak apapun kamu mencarinya di jurang tempat ia terjatuh hingga kakimu terluka, ia tidak akan berbalik lagi ke arahmu.

Catatan dalam diam seorang perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar