April 21, 2013

UNTUK PEREMPUAN HEBAT DI INDONESIA


            Panas matahari tidak membuat dia menyerah. Koran-koran di tangannya masih dia peluk erat, setiap saat dia berharap ada seorang atau dua orang atau mungkin lima orang yang berhenti untuk membeli korannya. Setiap kali lampu lalu lintas berubah menjadi merah, dia akan bergegas berlari menuju deretan mobil yang terlihat mewah. Sesekali dia juga tawarkan pada orang-orang yang mengendarai motor dan yang sedang duduk manis di angkot.
            “Koran Bu, Pak. Tribun Timur, Fajar!” Ucapnya setiap kali dia menghampiri para pembeli.
            Mereka yang duduk tenang dalam mobil kadang acuh, seolah tidak ada sesosok orang yang berdiri di luar mobil mereka. Kemewahan mungkin membuat mereka buta, sehingga tidak peduli. Atau mereka terlalu sibuk mengejar dunia sehingga lupa Hablumninnas.
            Wanita itu masih menjajakan korannya, dua menit saya memperhatikan tidak ada yang bergerak untuk mengeluarkan dompetnya dan membeli sebuah koran. Wajah yang tertutup layaknya seorang ninja membuat wajah ibu itu tidak terlihat sama sekali. Hanya sekali saya melihat matanya tersenyum begitu saya tersenyum padanya ketika mata kami saling bertemu.
            Begitu lampu berubah menjadi warna hijau, si Ibu kembali berlindung dari teriknya matahari. Dia duduk di bawah fly over, membuka kain yang menutupi wajahnya lalu kembali bermain dengan anaknya yang sedang tiduran diatas rumput. Seorang ibu yang hebat, dia Kartini bagi anak-anaknya, bagi keluarganya. Pahlawan tidak harus melakukan pengorbanan nyawa dulu untuk disebut sebagai Pahlawan Bukan?

Ilustrasi Google.com (Anggap mi ini yg biasa di fly over nah :D)

***
Para penjual Jasa (Anggaplah :D!)
            
Malam hari adalah kehidupannya. Dia yang menjual jasa kepada para pria. Selepas sholat dia berdandan seperti biasa. Menggunakan segala riasan wajah hanya untuk terlihat cantik, pakaian yang dia gunakan juga serba minim. Setiap malam dia akan menerima telepon untuk datang kesebuah hotel, menuntaskan nafsu para pria yang memandang wanita dengan uang.
            Seperti halnya kemarin, malam ini kembali dia mendapat sebuah panggilan. Kali ini ada dua tempat yang menjadi persinggahannya sebelum kembali ke pembaringan. Setelah isha dia telah bersiap, pakaian berwarna merah menjadi pilihannya dengan tas tangan hitam dan sepatu berwarna merah.
“Gina pergi Ma,” Pamit wanita ini pada ibunya yang sedang berbaring di tempat tidur.
            Setiap orang punya pilihan hidupnya masing-masing. Cara mereka bertahan hidup juga berbeda. Gina seorang pelacur yang menghabiskan hampir setiap malamnya untuk mengumpulkan uang demi operasi sang ibu. Biaya hidup yang kian mahal yang memaksanya untuk melakukan pekerjaan kotor ini.
            Tak jarang para tetangganya berbisik tentangnya, “Percuma perempuan sepertimu sholat, kalau setiap malam menjual tubuh untuk pria. Perbuatan Hina kamu itu tidak akan dimaafkan sama Allah.”
            Manusia boleh berpendapat tapi kembali Tuhan yang menentukan. Dianugrahi kecantikan membuat Gina bisa mendapatkan uang dengan menjual tubuhnya. Wanita dengan lulusan SD bisa apa selain menjual tubuhnya? Tidak ada keterampilan khusus yang dia miliki, semua yang dia lakukan semata-mata untuk kesembuhan ibunya. Tidaklah kita pantas menjudge setiap orang hanya dari covernya dia. Dan perempuan seperti Gina juga seorang Pahlawan, sosok wanita dari kalangan rendah yang dikucilkan karena dari mereka yang membangun sekat. Rumah sakit pun sering kali menolaknya karena kondisi ekonomi.
            Gina, seorang wanita yang mungkin dijauhi namun begitu berbakti pada ibunya dan juga tetap menjaga hubungannya dengan Allah. Wanita seperti ini juga pelita bukan? Pahlawan juga.
***
            Setiap hari dia berjalan cukup jauh. Tidak ada kendaraan yang melintasi jalan yang setiap hari dia tempuh. Dia harus berjalan sekiranya 3 jam untuk sampai di tempat tujuan. Setiap pagi dia akan berjalan mulai dari pukul 5 subuh begitu dia selesai melaksanakan sholat subuh. Dan tiba ditempat tujuan kira-kira jam 7 lewat. Kegiatan rutin yang setiap hari dia lakukan ini begitu dia sukai, tidak pernah sekalipun dia mengeluh kelelahan.
            “Selamat pagi Bu Riani.” Ucap seorang siswa dengan kulit yang sedikit gelap.
“Pagi.” Balas wanita muda itu sambil tersenyum ramah. Peluh menetes dari dahinya, perjalanan selama tiga jam itu membuatnya sedikit lelah. Dia duduk disebuah bangku di depan kelas yang tidak begitu terawat. Bangunan yang kiranya sudah hampir roboh itu kini menjadi rumah keduanya.
Mengabdi pada pendidikan adalah impiannya, dan kali ini dia berhasil mewujudkannya. Wanita lulusan universitas terkenal ini yang bisa saja mendapatkan kerjaan di sebuah perusahaan yang adem, dingin, dan elegan lebih memilih mengajari anak-anak di pedesaan yang jauhnya minta ampun. Itu karena dia senang membagi setiap ilmu yang dia dapatkan.
Menurutnya, “ilmu yang berguna itu ketika ilmu itu berpindah ke orang lain. Bukan tetap di kamu, atau hanya sekitar kamu.” Beberapa kali orang-orang terdekatnya mengatakan hal yang membuatnya jengkel. “Anak-anak pedesaan hanya akan menjadi buruh tani pada akhirnya. Ngapain diajarin segala.”
Jika sudah seperti ini rasanya hanya ingin menampar wajah orang yang berkata demikian, setiap orang berhak bermimpi. Mimpi itu milik mereka, tidak ada yang boleh merusaknya, sekalipun dia guru kita.
“Bagaimana hari kalian anak-anak?” Tanya Riani dengan semangat. “Sampai mana kegiatan kalian mengejar mimpi?” ucapnya lagi dengan senyum penuh.
“Saya bu... Semalam saya buat sebuah tulisan. Mungkin bisa menang di lomba menulis yang ibu bilang.” Kali ini anak perempuan yang menggunakan jilbab yang berbicara.
“Coba kamu bacakan.”
Si anak perempuan itu mulai membaca hasil karyanya. Dia membaca dengan cara yang begitu baik, seolah dia adalah calon pendongeng masa depan. Dia juga menulis sebuah karangan yang unik, judulny “Bermimpi didalam air.” Melihat anak-anak tersenyum dan bersemangat belajar adalah kesukaan Riani, seperti sebuah quote, “Love what you do, do what you love.” Seberapa keras orang-orang menentang keinginannya untuk bertahan disekolah ini, Riani tetap menjalaninya karena dia menyukai pekerjaannya ini. Seorang guru.[ ]

Pahlawan Tanpa Tanda Tangan ehh Jasa Deng!!


Setiap wanita yang terlahir kedunia adalah perempuan hebat. Mereka punya cara tersendiri untuk memperlihatkan pada dunia bahwa mereka special, bahwa mereka adalah panutan bagi siapa saja, bahwa mereka adalah pengubah. Tulisan ini semata-mata hanya untuk menunjukkan bahwa setiap kamu, kamu, dan kamu adalah wanita yang hebat. Apa yang ada di diri kamu, kamu, dan kamu tidak akan pernah ada di diri orang lain. Kita hanya perlu paham diri kita, mengerti diri kita, dan terlebih. Setiap wanita itu berharga, bagaimanapun mereka dengan pekerjaan mereka. Tidak selamanya yang terlihat di luar selalu terlihat baik.
Selamat hari Kartini. Mulailah dengan sebuah perubahan kecil, maka perubahan besar akan segera menghampiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar