Panas matahari tidak membuat dia
menyerah. Koran-koran di tangannya masih dia peluk erat, setiap saat dia
berharap ada seorang atau dua orang atau mungkin lima orang yang berhenti untuk
membeli korannya. Setiap kali lampu lalu lintas berubah menjadi merah, dia akan
bergegas berlari menuju deretan mobil yang terlihat mewah. Sesekali dia juga
tawarkan pada orang-orang yang mengendarai motor dan yang sedang duduk manis di
angkot.
“Koran Bu, Pak. Tribun Timur, Fajar!”
Ucapnya setiap kali dia menghampiri para pembeli.
Mereka yang duduk tenang dalam mobil
kadang acuh, seolah tidak ada sesosok orang yang berdiri di luar mobil mereka. Kemewahan
mungkin membuat mereka buta, sehingga tidak peduli. Atau mereka terlalu sibuk
mengejar dunia sehingga lupa Hablumninnas.
Wanita itu masih menjajakan
korannya, dua menit saya memperhatikan tidak ada yang bergerak untuk
mengeluarkan dompetnya dan membeli sebuah koran. Wajah yang tertutup layaknya
seorang ninja membuat wajah ibu itu tidak terlihat sama sekali. Hanya sekali
saya melihat matanya tersenyum begitu saya tersenyum padanya ketika mata kami
saling bertemu.
Begitu lampu berubah menjadi warna
hijau, si Ibu kembali berlindung dari teriknya matahari. Dia duduk di bawah fly
over, membuka kain yang menutupi wajahnya lalu kembali bermain dengan anaknya
yang sedang tiduran diatas rumput. Seorang ibu yang hebat, dia Kartini bagi
anak-anaknya, bagi keluarganya. Pahlawan tidak harus melakukan pengorbanan
nyawa dulu untuk disebut sebagai Pahlawan Bukan?
Ilustrasi Google.com (Anggap mi ini yg biasa di fly over nah :D) |
***
Para penjual Jasa (Anggaplah :D!) |
Malam hari adalah kehidupannya. Dia
yang menjual jasa kepada para pria. Selepas sholat dia berdandan seperti biasa.
Menggunakan segala riasan wajah hanya untuk terlihat cantik, pakaian yang dia
gunakan juga serba minim. Setiap malam dia akan menerima telepon untuk datang
kesebuah hotel, menuntaskan nafsu para pria yang memandang wanita dengan uang.
Seperti halnya kemarin, malam ini
kembali dia mendapat sebuah panggilan. Kali ini ada dua tempat yang menjadi
persinggahannya sebelum kembali ke pembaringan. Setelah isha dia telah bersiap,
pakaian berwarna merah menjadi pilihannya dengan tas tangan hitam dan sepatu
berwarna merah.
“Gina pergi Ma,” Pamit wanita ini pada ibunya yang
sedang berbaring di tempat tidur.
Setiap orang punya pilihan hidupnya
masing-masing. Cara mereka bertahan hidup juga berbeda. Gina seorang pelacur
yang menghabiskan hampir setiap malamnya untuk mengumpulkan uang demi operasi
sang ibu. Biaya hidup yang kian mahal yang memaksanya untuk melakukan pekerjaan
kotor ini.
Tak jarang para tetangganya berbisik
tentangnya, “Percuma perempuan sepertimu sholat, kalau setiap malam menjual
tubuh untuk pria. Perbuatan Hina kamu itu tidak akan dimaafkan sama Allah.”
Manusia boleh berpendapat tapi
kembali Tuhan yang menentukan. Dianugrahi kecantikan membuat Gina bisa
mendapatkan uang dengan menjual tubuhnya. Wanita dengan lulusan SD bisa apa
selain menjual tubuhnya? Tidak ada keterampilan khusus yang dia miliki, semua
yang dia lakukan semata-mata untuk kesembuhan ibunya. Tidaklah kita pantas
menjudge setiap orang hanya dari covernya dia. Dan perempuan seperti Gina juga
seorang Pahlawan, sosok wanita dari kalangan rendah yang dikucilkan karena dari
mereka yang membangun sekat. Rumah sakit pun sering kali menolaknya karena
kondisi ekonomi.
Gina, seorang wanita yang mungkin
dijauhi namun begitu berbakti pada ibunya dan juga tetap menjaga hubungannya
dengan Allah. Wanita seperti ini juga pelita bukan? Pahlawan juga.
***
Setiap hari dia berjalan cukup jauh.
Tidak ada kendaraan yang melintasi jalan yang setiap hari dia tempuh. Dia harus
berjalan sekiranya 3 jam untuk sampai di tempat tujuan. Setiap pagi dia akan
berjalan mulai dari pukul 5 subuh begitu dia selesai melaksanakan sholat subuh.
Dan tiba ditempat tujuan kira-kira jam 7 lewat. Kegiatan rutin yang setiap hari
dia lakukan ini begitu dia sukai, tidak pernah sekalipun dia mengeluh
kelelahan.
“Selamat pagi Bu Riani.” Ucap
seorang siswa dengan kulit yang sedikit gelap.
“Pagi.” Balas wanita muda itu sambil tersenyum
ramah. Peluh menetes dari dahinya, perjalanan selama tiga jam itu membuatnya
sedikit lelah. Dia duduk disebuah bangku di depan kelas yang tidak begitu
terawat. Bangunan yang kiranya sudah hampir roboh itu kini menjadi rumah
keduanya.
Mengabdi pada pendidikan adalah impiannya, dan kali
ini dia berhasil mewujudkannya. Wanita lulusan universitas terkenal ini yang
bisa saja mendapatkan kerjaan di sebuah perusahaan yang adem, dingin, dan
elegan lebih memilih mengajari anak-anak di pedesaan yang jauhnya minta ampun. Itu
karena dia senang membagi setiap ilmu yang dia dapatkan.
Menurutnya, “ilmu yang berguna itu ketika ilmu itu
berpindah ke orang lain. Bukan tetap di kamu, atau hanya sekitar kamu.”
Beberapa kali orang-orang terdekatnya mengatakan hal yang membuatnya jengkel. “Anak-anak
pedesaan hanya akan menjadi buruh tani pada akhirnya. Ngapain diajarin segala.”
Jika sudah seperti ini rasanya hanya ingin menampar
wajah orang yang berkata demikian, setiap orang berhak bermimpi. Mimpi itu
milik mereka, tidak ada yang boleh merusaknya, sekalipun dia guru kita.
“Bagaimana hari kalian anak-anak?” Tanya Riani
dengan semangat. “Sampai mana kegiatan kalian mengejar mimpi?” ucapnya lagi
dengan senyum penuh.
“Saya bu... Semalam saya buat sebuah tulisan. Mungkin
bisa menang di lomba menulis yang ibu bilang.” Kali ini anak perempuan yang
menggunakan jilbab yang berbicara.
“Coba kamu bacakan.”
Si anak perempuan itu mulai membaca hasil karyanya. Dia
membaca dengan cara yang begitu baik, seolah dia adalah calon pendongeng masa
depan. Dia juga menulis sebuah karangan yang unik, judulny “Bermimpi didalam
air.” Melihat anak-anak tersenyum dan bersemangat belajar adalah kesukaan
Riani, seperti sebuah quote, “Love what you do, do what you love.” Seberapa keras
orang-orang menentang keinginannya untuk bertahan disekolah ini, Riani tetap
menjalaninya karena dia menyukai pekerjaannya ini. Seorang guru.[ ]
Pahlawan Tanpa Tanda Tangan ehh Jasa Deng!! |
Setiap wanita yang terlahir kedunia adalah perempuan
hebat. Mereka punya cara tersendiri untuk memperlihatkan pada dunia bahwa
mereka special, bahwa mereka adalah panutan bagi siapa saja, bahwa mereka
adalah pengubah. Tulisan ini semata-mata hanya untuk menunjukkan bahwa setiap
kamu, kamu, dan kamu adalah wanita yang hebat. Apa yang ada di diri kamu, kamu,
dan kamu tidak akan pernah ada di diri orang lain. Kita hanya perlu paham diri
kita, mengerti diri kita, dan terlebih. Setiap wanita itu berharga,
bagaimanapun mereka dengan pekerjaan mereka. Tidak selamanya yang terlihat di
luar selalu terlihat baik.
Selamat hari Kartini. Mulailah dengan sebuah
perubahan kecil, maka perubahan besar akan segera menghampiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar