Maret 26, 2013

Kepadamu Dengan Penuh Rasa Benci


Pertemuan kembali mempertemukan saya dan kamu. Kamu duduk tepat disamping saya, kita diam namun dalam hati saya berucap “Kenapa harus saya bertemu denganmu lagi?”. Kita sibuk dengan ponsel masing-masing, diamnya kamu menandakan benderang perang untuk saya. Tidakkah kamu tahu, melihatmu selalu membuat luka. Membuat saya benar-benar ingin menamparmu dan bertanya “Kenapa?”
Dunia yang kita jalani berbeda, selalu ada sekat diantara kita. Bagaimana saya tahu kamu nyaman di zona kamu sementara saya sangat tidak nyaman di zona saya? Setiap malam saya selalu melakukan hal yang sama, hal yang selalu membuat saya benar-benar membencimu. Sekedar melihatmu, lalu tersenyum sebentar, kemudian cemberut. Jika boleh meminta bisakah kamu pergi untuk sementara dari pikiran saya?
Lalu dua minggu yang lalu, kembali saya ingin memberikan satu benda padamu. Bukan buku yang pernah saya berikan namun lebih ke benda yang mungkin sering kamu bawa. Tapi rasa benci ini membuat saya mengurungkan setiap niat untuk memberikan kamu atau sekedar menyapa kamu. Diammu benar-benar membuat saya benci.
Dan lagi, tidakkah kamu sadar. Beberapa tingkahmu selalu membuat saya ingin menjauh. Bahkan kepergian kali ini karenamu. Jika Tuhan tidak mempertemukan kita, mungkin saya masih terjebak dengan luka yang membuat saya mati rasa.
Saya membencimu, membenci setiap kali kamu bersuara karena setiap kali kamu bersuara, suara-suara itu akan terus menetap di memori saya dan membuat saya memikirkan dan mendengarkan setiap suara yang kamu keluarkan. Terputar dengan sendirinya disetiap malam.
Saya membencimu, membenci setiap tindakan yang kamu lakukan. Kamu membantu orang lain, membuat orang lain tersenyum dan membuat anak-anak kembali bersemangat. Hal yang teramat saya benci darimu adalah kamu memiliki hati yang tulus. Demi Tuhan, saya benar-benar membencinya.
Dan semua tulisan kamu. Saya benci setiap kali membacanya saya akan terhanyut oleh drama-drama yang kamu ciptakan. Euforia sesaat yang kamu timbulkan, yang membuat saya tersenyum semenit, lalu cemberut setelahnya. Saya benci setiap tulisan yang kamu peruntukkan untuk orang lain. Saya benci setiap kali kamu menulis seolah tulisan itu untuk saya.
Lalu, cara kamu menatap saya. Saya benci ketika kamu menatap saya hanya dari ujung matamu. Seolah wajahku lebih seram dari hantu yang sering muncul di tivi-tivi. Saya benci ketika mata kita saling menatap dan sedetik saya merasa jantung saya ingin copot. Saya benci ketika kamu ngobrol dengan orang lain kamu menatapnya lama, memperhatikan setiap detail wajahnya sementara denganku tidak.
Saya benci setiap kali tidak melihat kamu, saya akan khawatir semalaman. Saya benci rindu melihat sosok kamu dengan senyuman yang selalu kamu berikan. Saya benci setiap detail di wajah kamu. Karena setiap detail itu menjadikan saya semakin lama semakin menginginkan kamu. Dan terlebih saya benci, setiap kali kamu keluar malam, saya harus berkata pada diri saya “Dia baik-baik saja. Dia sehat dan bisa menjaga dirinya.” Saya benci selalu mengkhawatirkanmu setiap saat. Apa kamu sudah makan? Bagaimana harimu hari ini? Dan lainnya.
Dan satu hal yang paling saya benci adalah saya benci karena kamu telah berhasil membuat saya jatuh cinta pada sosok manusia seperti kamu. Seberapapun saya membencimu, saya amat membenci fakta bahwa saya benar-benar menyukaimu. Tertarik untuk melihatmu secara diam-diam jika kita bertemu, tertarik mendengarkan suaramu ketika berpendapat, tertarik untuk mengobrol denganmu walau hanya satu kata yang keluar dari mulut.
Saya benci mendapati tubuh saya gemetaran ketika duduk disampingmu, berharap seseorang datang menolong saya dan membuat semuanya kembali normal. Saya benci setiap kali mendapati diri saya cemburu melihat kamu dengan wanita lain. Karena dibalik semua rasa benci saya itu, saya takut kehilangan kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar