Namanya Nurmini
Rajab, saudara-saudaranya sering memanggil dia dengan panggilan Mini atau Edda.
Tubuhnya tinggi, putih, dan cantik. Dia ramah, sangat ramah. Dia bawel, sangat
bawel. Dia juga asal nyablak, ceplas-ceplos juga. Dia sedikit bloon, tapi mampu
membuat suasana menjadi hidup lagi. Dimana ada dia pasti ada tawa. Yeah, dia
adalah Mamaku. Mamaku si wonderwoman, Mamaku yang gak pernah ngeluh, Mamaku
yang selalu tersenyum bahkan disaat tersulit dalam hidupnya pun.
Sikap bloon mama dan ceplas-ceplos
Mama yang terkadang membuat suasana rumah kami terasa hangat. Mama selalu
menhadirkan tawa dirumah kami, terkadang ketika Ayah lagi marah-marah gak jelas
Mama pasti langsung nyablak dan ngomong aneh-aneh. Hasilnya Ayah gak jadi marah
dan kami juga ikut tertawa.
Kenapa gue bilang Mama gue adalah
Wonderwoman? Itu karena disaat susah Mama mampu bertahan dengan Ayah. Disaat
susah Mama gak pernah sekalipun ninggalin Ayah, dan disaat susah Mama selalu
tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa.
Seperti halnya rumah tangga
orang-orang pada umunya, rumah tangga Ayah dan Mama juga ada pasang surutnya.
Waktu itu umur gue, sekitar 7 tahun. Gue belum ngerti apa-apa tentang
perceraian yang pernah hampir terjadi dikeluarga gue (Alhamdulillah Ya Allah,
Engkau masih mempersatukan Ayah dan Mamaku).
“IYA!!
SAYA SUDAH TIDAK TAHAN KALAU TERUS SEPERTI INI!! SETIAP KALI PULANG KERJA KAMU
HANYA MARAH-MARAH GAK JELAS. KAMU PIKIR DI RUMAH SAYA JUGA GAK CAPEK NGURUSIN
ANAK-ANAK!!” Suara Mama terdengar begitu keras di ruang tamu.
PRANGGG… PRAANGG…
Bunyi keramik pecah terdengar sangat
menakutkan, gue yang dari tadi diam di kamar kini memberanikan diri melihat
kejadian apa yang terjadi di ruang tamu
rumah gue. Wajah Ayah yang tadinya teduh kini berubah seperti wajah setan, gue
melihat Mama yang nangis-nangis di sudut ruangan. Gue juga ikut nangis.
“PECAHIN
SAJA SEMUANYA!! PECAHIN SAMPAI KAMU PUAS!!” Mama masih menangis sesenggukan.
“Sudah
yah… jangan bertengkar lagi… rini mohon… jangan pukul mama lagi..” gue
menarik-narik baju ayah sambil menangis lalu melangkah ke Mama.
Gue
gak inget jelas alasan Mama dan Ayah bertengkar waktu itu, yang gue ingat Mama
sempat minggat selama 3 hari dari rumah. Mama baru balik ke rumah lagi ketika
Ayah datang menjemputnya dan meminta maaf atas perbuatannya kemarin. Suasana
dingin meliputi rumah gue waktu itu, gak ada tawa yang ada hanya diam. Gue dan
dua saudara gue juga gak berani untuk berbicara. Biarlah Ayah dan Mama
menyelesaikan urusan mereka.
Untung saja waktu itu Mama gak
langsung minta cerai. Kalau sampai Ayah dan Mama pisah, gue gak bisa bayangin
gimana jadinya gue. Mungkin gue bakalan jadi anak terbandel yang pernah ada,
atau mungkin gue bakalan menjadi anak pembangkang no.1 di dunia.
♫♫♫
Banyak hal yang Mama ajarkan kepadaku.
Mama mengajarkanku untuk sabar dan tabah dalam kondisi yang sangat
meprihatinkan. Mama mengajarkanku untuk terus bersyukur, Mama mengajarku
menjadi anak yang berbakti pada orang tua, dan Mama mengajarkaku untuk menjadi
tegar.
Mama juga mendidikku menjadi anak
yang gak cengeng. Ketika gue menangis, Mama gak akan langsung menghampiriku.
Dia mengajarkanku untuk berhenti menangis tanpa harus memelukku, dia mengajarku
untuk menghilangkan kesedihanku tanpa meminta orang lain meminjamkan bahunya
untuk kugunakan sebagai sandaran.
Karena ini juga sampai sekarang,
ketika gue menangis gue gak pernah sekalipun menangis di bahu orang lain atau
di depan orang. Ketika gue sedih, gue bakalan menangis sendirian di kamar.
Mengingat kembali salah gue apa, lalu berjanji gak akan mengulanginya.
Terkadang gue pengen seperti
anak-anak lainnya, ketika mereka sedih, mereka leluasa bersandar di pelukan
Mama mereka. Mereka leluasa bercerita penyebab kesedihan mereka, leluasa
memeluk Mama mereka. Tapi tidak untuk gue, gue hanya berbagi cerita yang
membuat Mama gue senang, gue gak pernah berbagi cerita sedih yang membuat gue
menangis.
Bagi gue membagi kisah sedih gue
hanya akan menambah kesedihan Mama, mana ada seorang ibu yang rela melihat
anaknya menangis. Makanya sampai sekarang tiap kali Mama ke Makassar ,
sebisa mungkin gue bakalan bercerita yang membuat Mama tersenyum atau tertawa.
♫♫♫
Kesetiaan Mama gue kembali diuji
ketika Ayah stroke. Gak tahu sebabnya apa, tiba-tiba saja ketika selesai sahur
badan Ayah susah digerakkan. Kejadiannya udah lama, sewaktu puasa. Berita
tentang sakitnya Ayah waktu itu bagaikan petir yang menyambar disiang bolong.
Gue dan saudara-saudara gue kaget sekaligus shock banget.
Ayah yang tadinya sehat-sehatnya
saja tiba-tiba terserang stroke. Penyebabnya pun gak ada yang tahu. Padahal
pola makan Ayah selalu dijaga sama Mama. Seketika Ayah dilarikan ke rumah
sakit. Awalnya Ayah hanya dirawat di rumah sakit di Kota tempatnya mengajar. Tapi ketika rumah
sakit disana peralatannya tidak lengkap barulah Ayah di bawa ke Rumah Sakit
Wahidin di Makassar.
Saat pertama melihat wajah Ayah
turun dari mobil ketika tiba di Makassar ,
tangis gue meledak. Gue memeluk Ayah gue, melihat baik-baik wajahnya.
Samar-samar gue bisa mendengar Ayah berkata “Ayah baik-baik saja nak”, tapi gue
tahu Ayah sedang dalam kondisi gak baik.
Pandangan gue sesekali melirik ke
arah Mama, mama menyembunyikan tangisnya di depan kami. Mama tidak ingin
menampakkan kesedihannya. Seperti saat dia mengajari gue menjadi anak yang gak
cengeng.
Dan karena hal ini gue jadi benci
rumah sakit, gue gak suka berada di rumah sakit. Gue bakalan pusing banget ketika
berada di rumah sakit. Pernah sekali gue diajakin buat ke rumah jengukin teman
gue yang sakit tapi yang ada disana gue malah merepotkan. Duduk bersandar
sambil menutup mata dan membayangkan gue tidak sedang berada di rumah sakit. Seketika
gue benci rumah sakit, saat Ayah keluar dari rumah sakit gue bertekad tidak
akan pernah menginjakkan kaki di rumah sakit lagi.
♫♫♫
Gue salut dengan Mama gue, disaat
Ayah sakit Mama selalu ada disamping Ayah gue. gak pernah sedetikpun Mama
ninggalin Ayah yang terbaring di rumah sakit. Bahkan Mama selalu tersenyum
ketika melihat gue dan saudara-saudara gue datang. Gue tahu hati Mama cemas
ketika Ayah sakit sementara anak-anaknya masih kuliah dan belum punya
pekerjaan. Gue tahu Mama jelas-jelas cemas memikirkan siapa yang akan menafkahi
kami ketika Ayah sudah tidak mampu lagi. Tapi semua kecemasan itu berhasil Mama
tutupi tanpa celah. Mama berhasil membuat kami berfikir, everything’s alright!! Mama berhasil sekali lagi mengajarkanku
untuk kelak menjadi istri yang setia, istri yang selalu ada disaat suami senang
maupun suami sakit. Istri yang disaat suami sakit, selalu menghadirkan senyum
terbaiknya untuk sang suami.
Aku sayang Mama, banyak pelajaran
penting yang telah Mama berikan ke Gue. Kesabarannya, keihklasannya,
ketulusannya, dan pengorbanannya untuk anak-anaknya adalah pelajaran berharga
yang gak akan pernah gue dapat dari siapapun. You’re the best mother, mom!! I love you so much…
♥♥♥
Aku pernah punya teman yang nama dan profilenya sama dengan lakon utama
BalasHapus