April 09, 2011

Mamaku Wonderwoman


            Namanya Nurmini Rajab, saudara-saudaranya sering memanggil dia dengan panggilan Mini atau Edda. Tubuhnya tinggi, putih, dan cantik. Dia ramah, sangat ramah. Dia bawel, sangat bawel. Dia juga asal nyablak, ceplas-ceplos juga. Dia sedikit bloon, tapi mampu membuat suasana menjadi hidup lagi. Dimana ada dia pasti ada tawa. Yeah, dia adalah Mamaku. Mamaku si wonderwoman, Mamaku yang gak pernah ngeluh, Mamaku yang selalu tersenyum bahkan disaat tersulit dalam hidupnya pun.
            Sikap bloon mama dan ceplas-ceplos Mama yang terkadang membuat suasana rumah kami terasa hangat. Mama selalu menhadirkan tawa dirumah kami, terkadang ketika Ayah lagi marah-marah gak jelas Mama pasti langsung nyablak dan ngomong aneh-aneh. Hasilnya Ayah gak jadi marah dan kami juga ikut tertawa.
            Kenapa gue bilang Mama gue adalah Wonderwoman? Itu karena disaat susah Mama mampu bertahan dengan Ayah. Disaat susah Mama gak pernah sekalipun ninggalin Ayah, dan disaat susah Mama selalu tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa.
            Seperti halnya rumah tangga orang-orang pada umunya, rumah tangga Ayah dan Mama juga ada pasang surutnya. Waktu itu umur gue, sekitar 7 tahun. Gue belum ngerti apa-apa tentang perceraian yang pernah hampir terjadi dikeluarga gue (Alhamdulillah Ya Allah, Engkau masih mempersatukan Ayah dan Mamaku).

            “IYA!! SAYA SUDAH TIDAK TAHAN KALAU TERUS SEPERTI INI!! SETIAP KALI PULANG KERJA KAMU HANYA MARAH-MARAH GAK JELAS. KAMU PIKIR DI RUMAH SAYA JUGA GAK CAPEK NGURUSIN ANAK-ANAK!!” Suara Mama terdengar begitu keras di ruang tamu.

PRANGGG… PRAANGG…
Bunyi keramik pecah terdengar sangat menakutkan, gue yang dari tadi diam di kamar kini memberanikan diri melihat kejadian apa yang terjadi  di ruang tamu rumah gue. Wajah Ayah yang tadinya teduh kini berubah seperti wajah setan, gue melihat Mama yang nangis-nangis di sudut ruangan. Gue juga ikut nangis.
            “PECAHIN SAJA SEMUANYA!! PECAHIN SAMPAI KAMU PUAS!!” Mama masih menangis sesenggukan.
            “Sudah yah… jangan bertengkar lagi… rini mohon… jangan pukul mama lagi..” gue menarik-narik baju ayah sambil menangis lalu melangkah ke Mama.

            Gue gak inget jelas alasan Mama dan Ayah bertengkar waktu itu, yang gue ingat Mama sempat minggat selama 3 hari dari rumah. Mama baru balik ke rumah lagi ketika Ayah datang menjemputnya dan meminta maaf atas perbuatannya kemarin. Suasana dingin meliputi rumah gue waktu itu, gak ada tawa yang ada hanya diam. Gue dan dua saudara gue juga gak berani untuk berbicara. Biarlah Ayah dan Mama menyelesaikan urusan mereka.
            Untung saja waktu itu Mama gak langsung minta cerai. Kalau sampai Ayah dan Mama pisah, gue gak bisa bayangin gimana jadinya gue. Mungkin gue bakalan jadi anak terbandel yang pernah ada, atau mungkin gue bakalan menjadi anak pembangkang no.1 di dunia.

♫♫♫

            Banyak hal yang Mama ajarkan kepadaku. Mama mengajarkanku untuk sabar dan tabah dalam kondisi yang sangat meprihatinkan. Mama mengajarkanku untuk terus bersyukur, Mama mengajarku menjadi anak yang berbakti pada orang tua, dan Mama mengajarkaku untuk menjadi tegar.
            Mama juga mendidikku menjadi anak yang gak cengeng. Ketika gue menangis, Mama gak akan langsung menghampiriku. Dia mengajarkanku untuk berhenti menangis tanpa harus memelukku, dia mengajarku untuk menghilangkan kesedihanku tanpa meminta orang lain meminjamkan bahunya untuk kugunakan sebagai sandaran.
            Karena ini juga sampai sekarang, ketika gue menangis gue gak pernah sekalipun menangis di bahu orang lain atau di depan orang. Ketika gue sedih, gue bakalan menangis sendirian di kamar. Mengingat kembali salah gue apa, lalu berjanji gak akan mengulanginya.
            Terkadang gue pengen seperti anak-anak lainnya, ketika mereka sedih, mereka leluasa bersandar di pelukan Mama mereka. Mereka leluasa bercerita penyebab kesedihan mereka, leluasa memeluk Mama mereka. Tapi tidak untuk gue, gue hanya berbagi cerita yang membuat Mama gue senang, gue gak pernah berbagi cerita sedih yang membuat gue menangis.
            Bagi gue membagi kisah sedih gue hanya akan menambah kesedihan Mama, mana ada seorang ibu yang rela melihat anaknya menangis. Makanya sampai sekarang tiap kali Mama ke Makassar, sebisa mungkin gue bakalan bercerita yang membuat Mama tersenyum atau tertawa.

♫♫♫

            Kesetiaan Mama gue kembali diuji ketika Ayah stroke. Gak tahu sebabnya apa, tiba-tiba saja ketika selesai sahur badan Ayah susah digerakkan. Kejadiannya udah lama, sewaktu puasa. Berita tentang sakitnya Ayah waktu itu bagaikan petir yang menyambar disiang bolong. Gue dan saudara-saudara gue kaget sekaligus shock banget.
            Ayah yang tadinya sehat-sehatnya saja tiba-tiba terserang stroke. Penyebabnya pun gak ada yang tahu. Padahal pola makan Ayah selalu dijaga sama Mama. Seketika Ayah dilarikan ke rumah sakit. Awalnya Ayah hanya dirawat di rumah sakit di Kota tempatnya mengajar. Tapi ketika rumah sakit disana peralatannya tidak lengkap barulah Ayah di bawa ke Rumah Sakit Wahidin di Makassar.
            Saat pertama melihat wajah Ayah turun dari mobil ketika tiba di Makassar, tangis gue meledak. Gue memeluk Ayah gue, melihat baik-baik wajahnya. Samar-samar gue bisa mendengar Ayah berkata “Ayah baik-baik saja nak”, tapi gue tahu Ayah sedang dalam kondisi gak baik.
            Pandangan gue sesekali melirik ke arah Mama, mama menyembunyikan tangisnya di depan kami. Mama tidak ingin menampakkan kesedihannya. Seperti saat dia mengajari gue menjadi anak yang gak cengeng.
            Dan karena hal ini gue jadi benci rumah sakit, gue gak suka berada di rumah sakit. Gue bakalan pusing banget ketika berada di rumah sakit. Pernah sekali gue diajakin buat ke rumah jengukin teman gue yang sakit tapi yang ada disana gue malah merepotkan. Duduk bersandar sambil menutup mata dan membayangkan gue tidak sedang berada di rumah sakit. Seketika gue benci rumah sakit, saat Ayah keluar dari rumah sakit gue bertekad tidak akan pernah menginjakkan kaki di rumah sakit lagi.

♫♫♫

            Gue salut dengan Mama gue, disaat Ayah sakit Mama selalu ada disamping Ayah gue. gak pernah sedetikpun Mama ninggalin Ayah yang terbaring di rumah sakit. Bahkan Mama selalu tersenyum ketika melihat gue dan saudara-saudara gue datang. Gue tahu hati Mama cemas ketika Ayah sakit sementara anak-anaknya masih kuliah dan belum punya pekerjaan. Gue tahu Mama jelas-jelas cemas memikirkan siapa yang akan menafkahi kami ketika Ayah sudah tidak mampu lagi. Tapi semua kecemasan itu berhasil Mama tutupi tanpa celah. Mama berhasil membuat kami berfikir, everything’s alright!! Mama berhasil sekali lagi mengajarkanku untuk kelak menjadi istri yang setia, istri yang selalu ada disaat suami senang maupun suami sakit. Istri yang disaat suami sakit, selalu menghadirkan senyum terbaiknya untuk sang suami.
            Aku sayang Mama, banyak pelajaran penting yang telah Mama berikan ke Gue. Kesabarannya, keihklasannya, ketulusannya, dan pengorbanannya untuk anak-anaknya adalah pelajaran berharga yang gak akan pernah gue dapat dari siapapun. You’re the best mother, mom!! I love you so much…

♥♥♥

1 komentar:

  1. Aku pernah punya teman yang nama dan profilenya sama dengan lakon utama

    BalasHapus