Oktober 19, 2015

Cerpen : Hati, Gika, Dan Dego

"Sebut saja aku bodoh." Kata Hati memulai obrolan sore dengan Gika.

"Memang kamu bodoh." Timpal Gika.

Hati tertunduk, rasanya ingin menangis namun dia tahan sebisa mungkin agar tidak terlihat lemah di hadapan Gika. Sejak kecil Hati selalu menampilkan sosok dirinya yang kuat di depan Gika, bahkan saat patah tulang sekalipun Hati gak nangis dulu, dia hanya mengerang kesakitan lalu bergegas ke rumah. Dan sekarang kenapa justru bagian lain yang patah dia begitu ingin menangis, tidak mampu menahan pedihnya.

"Kalau mau nangis, nangis saja Ti. Aku bukan orang yang akan menertawakan kebodohanmu atau menertawakan luka mu. Aku kenal kamu sudah lama, dan aku tahu bagaimana kamu saat jatuh cinta." Gika tidak menoleh sedikit pun, pandangannya masih tertuju ke arah anak-anak yang sedang bermain layangan di taman kota.

"Apa Dego begitu berharga buat kamu?" Tanya Gika kemudian yang membuat Hati berbalik dan menatap wajah sahabatnya itu. Hati hanya mengangguk pelan, tanda mengiyakan.

"Berarti mana dia dibandingkan aku?" Gika tersenyum jahil.

"Kamu ngetes aku nih?"

"Bukan ngetes cuma ingin mencari tahu." Lagi-lagi Gika tersenyum.

"Kalian berdua berarti banget, cuma Dego jauh lebih berarti sedikit banyak di bandingkan kamu." Jelas Hati jujur.

"Dan kamu masih terus mencari tahu apa yang Dego kerjakan? Kamu masih mencari tahu apa yang dia buat? Kenapa kamu tidak mencari kebahagiaanmu sendiri Ti?" Lanjut Gika lagi.




"Bahagia itu di rasa Gika, bukan di cari. Aku cukup merasa bahagia hanya dengan mencari tahu Dego baik-baik saja melalui segala hal. Doa, dunia maya, atau sekedar missed called- missed called gak pentingku." Hati tersenyum kecil menjawab pertanyaan Gika.

"Jangan mencari tahu lagi Ti. Jika kamu sudah tahu saat mencari kamu akan terluka, kenapa masih mencari tahu?" Lanjut Gika.

"Karena kadang kala aku khawatir dengannya, aku masih bermimpi buruk tentangnya, dan aku masih menyukainya."

"Jika kamu ingin terus melakukannya, lakukan saja. Dan jangan komplain lagi kenapa hatimu merasa perih saat kamu mencari."

"Iya. Aku gak pernah komplain kok. Kamu tahu sendiri kan, bahagianya masih menjadi bagian dari bahagiaku juga. Maaf, Ka. Aku benar-benar bodoh kan!"

Gika tidak menjawab lagi. Dia tahu sekali Hati, sahabatnya memang bodoh dalam mencintai. Namun, soal ketulusan Hati tidak pernah sebodoh ini. Kadang kadang, menyukai seseorang yang telah membenci kita adalah hal yang paling bodoh yang bisa orang yang sedang menyukai lakukan. Termasuk menunggu, menunggu untuk sesuatu yang mungkin kita tahu bahwa kesempatan yang kita tunggu kembali hanya 0,00000001 %.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar