September 14, 2015

Manis Di Ujung Pahit

"Bagaimana rasa kopimu hari ini?" Tanyanya dengan mata melotot pada cangkir putih yang ku pegang.

"Manis." Ucapku singkat.

"Bagaimana rasa tehmu hari ini?" Giliran aku yang bertanya.

"Pahit. Namun berujung manis." Ucapnya dengan hati-hati.

"Maksudmu?"

"Hmm... Sama seperti kopimu. Rasanya manis di awal, namun semakin kamu merasainya ada rasa pahit diujungnya. Tehku kebalikan dari kopimu, rasa pekatnya membuatnya pahit namun manis di ujung."



"Aku tidak mengerti, nona." Kataku menatap wajah sendu itu.

"Bukankah kemarin kamu bertanya bagaimana hidupku? Jawabanku seperti kopimu, atau mungkin teh ku."

Aku mengkerutkan kening, masih belum menangkap maksud dari ucapannya.

"Aku selalu merasa pahit, namun semakin aku memikirkan kepahitan tentang hidup, ada rasa manis yang diam-diam mendarat sempurna."

"Jadi kamu lebih menyukai kehidupan yang pahit namun berujung manis?"

"Tidak. Aku menyukai kehidupan yang manis berujung pahit."

"Kenapa?"

"Karena kehidupan yang manis berujung pahit membuatku belajar untuk tidak terlalu lama merasakan pahit. Cukup diujung saja, di penghujung malam semisal. Saat mata hendak memejam, saat semua orang sibuk dengan kesendiriannya atau kebersamaannya. Saat hanya aku dan Tuhan, saat itu segala rasa pahit akan berkumpul dan membuat bendungan air di mata meluap seketika. Cukup saat itu saja, selebihnya biarkan rasa manis menemani hingga tugas Matahari selesai." Jelasnya kemudian.

1 komentar:

  1. Bagus banget, kunjungi instagram @aksaraalfabeta nanti karya antum akan dipost

    BalasHapus