And do you think I'm wasting my time doing things I wanna do?
But it hurts when you disapprove all along
Assalamu’alaikum
wr wb...
Selamat
malam, apa kabarmu? Ku harap kamu baik-baik saja. Selalu. Karena setiap kali
aku bersujud dihadapan-Nya selalu namamu yang duluan ku sebut. Oh iya, malam
ini kembali aku menulis tentangmu, dan pasti kamu tidak tahu lagi kan? Kamu
tidak pernah tahu bahwa aku begitu suka menulis, kamu juga tidak tahu aku punya
sebuah gubuk di dunia maya. Sebuah gubuk tempat semua mimpi ku tulis. Sebuah
gubuk yang selalu menjadi tempat terakhirku untuk menenangkan pikiran.
Jangan
khawatir aku tidak akan pernah marah hanya karena hal kecil yang kamu tidak
ketahui tentangku. Aku benar-benar memikirkanmu malam ini, benar-benar masih
membuatku ingin menangis beberapa hari mengingat semua pertanyaan yang kamu
lontarkan dua hari yang lalu. Mengingat bagaimana kamu selalu mengatakan
“TIDAK” untuk setiap hal aku kerjakan. Bahkan, untuk membencimu karena
larangan-larangan itu aku tidak mampu, ayah.
Hari
ini akan aku jelaskan padamu, pertanyaan dua hari yang lalu yang kamu kirimkan
seperti orang marah. Malam ini akan aku coba untuk membuatmu mengerti, walau
pada akhirnya kembali kamu yang menang. Kembali kamu yang benar. Karena orang
tua tidak pernah salah, sesuai dengan prinsipmu.
From : Bapak
Bapak tanya sama kamu, displin ilmu yang kamu
tekuni sekarang tidak ada sangkut pautnya dengan anak-anak yg kamu ajari. Apa
gunanya kamu mengajari mereka? Pada akhirnya mereka akan tetap sama. Berhenti
mengajari mereka!
Ku
harap jawabanku ini bisa membuatmu mengerti ayah. Memang disiplin ilmu yang aku
tekuni sekarang berbeda jauh. Aku bukan seorang sarjana dari jurusan
pendidikan. Yang memang tugasnya mendidik setelah selesai study. Aku sarjana
ekonomi, sama seperti keinginanmu ketika pertama kali aku meminta untuk memilih
fakultas Hukum. Lantas, bukan berarti aku yang notabenenya seorang Sarjana
Ekonomi tidak mampu menerapkan ilmu yang aku dapatkan sejak kuliah.
Tidak
perlu S.Pd untuk menjadi seorang pendidik. Siapapun bisa. Aku, teman-temanku,
mama, bahkan adik kecil yang ku kenal dari Komunitas Sikola Macca (RIO). Aku
bahkan mendapat banyak pelajaran dari bocah kecil itu, tentang sebuah
kesedrhanaan, tentang sebuah kerendahan hati, dan banyak lagi. Tidak masalah
aku mengajarkan mereka pelajaran yang begitu dasar, setidaknya bukan hanya
pelajaran yang aku berikan kepada mereka. Tapi juga semangat, semangat untuk
berubah menjadi lebih baik. Bukankah, kamu pernah mengajariku untuk terus
membantu orang lain?
Lalu,
pertanyaanmu tentang apa gunanya aku mengajari mereka? Mungkin dari sudut
pandangmu tidak berguna sama sekali, karena tidak ada uang yang aku terima
begitu selesai mengajari mereka. Tapi bagiku sangat berguna. Dengan aku
mengajari mereka, mereka jadi lebih tahu. Mereka jauh lebih bisa dari
sebelumnya. Walaupun lama prosesnya tapi mengajari mereka sangat berguna. Bukan
untukku tapi untuk mereka. Coba sesekali kamu membuka sedikit hatimu ayah,
bahwa menjadi orang yang berguna bukan ketika kita selalu mendapat timbal balik
dari apa yang diharapkan. Harapanku cuma satu ketika mengajari mereka, aku
ingin mereka jauh lebih baik di masa akan datang. Aku belajar bagaimana menjadi
kuat dari keluarga kecil kita, menjadi orang yang memegang prinsipnya darimu.
Lantas, jika semua yang aku lakukan justru buruk di hadapanmu, maka apa yang
baik di matamu ayah?
Aku
tahu diantara keempat anaku hanya aku yang paling merepotkan. Dari aku lulus
SMA saja sudah begitu merepotkan. Diantara keempat anakmu, hanya aku yang
paling bodoh. Paling keras kepala (Jika memang tidak sesuai dengan prinsipku).
Diantara semua hanya aku yang paling meledak ketika hal menyakitkan
menghampiri. Karena aku pernah mengalaminya sekali dan itu benar-benar menyakitkan.
Ketahuilah ayah, sebodoh-bodohnya anakmu ini, sekeras kepalanya anakmu ini, dan
seburuk-buruknya anakmu ini. Aku akan selalu menjaga nama baikmu. Selalu.
From : Bapak
Orang tua mereka saja tidak peduli dengan anaknya
sendiri. Jangan membuang masa depanmu dengan peduli terhadap mereka terus.
Anak2 seperti itu tidak akan terikat perasaannya denganmu. Membuang-buang
waktumu saja. Apa kamu pikir mereka akan mengingat semua yang kamu lakukan?
Berhenti melakukan hal yang tidak berguna sama sekali.
Karena
orang tua mereka tidak peduli terhadap mereka aku turun tangan langsung ayah.
Siapa yang akan mempedulikan mereka jika bukan aku yang memulainya. Siapa yang
akan memperjuangkan mereka jika bukan aku. Siapa yang akan membela hak mereka
jika bukan aku. Siapa yang akan mengajari mereka untuk berubah menjadi lebih
baik jika bukan aku. Mereka anak-anak yang seharusnya mendapat perhatian lebih
dari orang tua mereka, aku sudah banyak mendaptkan itu darimu dan mama.
Sekarang aku bagi untuk mereka.
Aku
tahu banyak manusia yang bertebaran dikota ini yang bisa membantu mereka. Tapi,
aku juga ingin menjadi bagian dari manusia-manusia itu. Aku ingin membuat
mereka percaya bahwa Allah Maha Adil. Bahwa, walau mereka dari keluarga kecil
mereka bisa seperti yang lain. Aku ingin merubah pandangan orang-orang yang
menatap jijik ke mereka hanya karena mereka lebih sering bermain dengan debu
jalanan. Aku ingin membuat orang-orang mencintai mereka, karena mereka tidak
pernah mendapatkan itu.
Mereka
mungkin akan lupa atas apa yang telah ku lakukan. Tidak apa-apa, aku melakukan
semuanya bukan untuk diingat tapi agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak
kelak. Cobalah jalan-jalan ke tempat mereka kerja ayah, tak jarang orang-orang
menghardik mereka, memarahi mereka. Aku hanya berusaha untuk mengembalikan hak
mereka sebagai seorang anak. Mencoba menghadirkan senyum ditengah-tengah
kesusahan mereka. Tidak peduli mereka ingat aku nantinya atau tidak. Yang ku pedulikan
sekarang, bagaimana caranya membuat mereka bisa membaca dan mencintai sekolah.
Kita
tidak pernah sejalan dalam banyak hal ayah. Aku memang suka uang, sangat
menyukainya, tapi bukan berarti uang adalah segalanya yang harus aku dahulukan
di dunia ini. Anakmu yang satu ini memang selalu berfikir beda darimu. Aku
tidak berharap kamu akan bercerita tentangku di depan temanmu sama ketika aku
tidak sengaja mendengar betapa kamu bangga terhadap anak-anakmu yang lain tanpa
aku yang kamu sebutkan. Bangga karena anakmu bisa membeli mobil dari
penghasilnya sendiri, aku juga ingin tapi ada hal yang lebih penting yang harus
aku dahulukan. Anakmu yang satu ini memang berbeda, karena ketika semua orang
mendaftar untuk menjadi PNS aku justru tidak mengikuti tes. Karena aku tahu,
ketika aku melakukan apa yang aku sukai maka semesta akan ikut mendukungku.
Anakmu yang satu ini memang selalu tampak aneh, lebih mempertahankan jilbabnya
ketimbang sebuah pekerjaan. Karena prinsip yang aku bangun yang membuatku
percaya akan keajaiban Allah yang ku sebut kerja keras.
Percaya
padaku ayah, anakmu yang satu ini sedang berusaha membuatmu bangga padaku
dengan caraku sendiri bukan cara yang berusaha kamu tunjukkan. Suatu saat
kuharap aku bisa mendengar darimu, “Anak yang berdiri disana itu adalah anakku,
namanya Arini Aris.”
Salam
Bakti Ananda.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar