Desember 20, 2013

Sorry I Can’t Be Perfect...

And do you think I'm wasting my time doing things I wanna do?
But it hurts when you disapprove all along

Assalamu’alaikum wr wb...
Selamat malam, apa kabarmu? Ku harap kamu baik-baik saja. Selalu. Karena setiap kali aku bersujud dihadapan-Nya selalu namamu yang duluan ku sebut. Oh iya, malam ini kembali aku menulis tentangmu, dan pasti kamu tidak tahu lagi kan? Kamu tidak pernah tahu bahwa aku begitu suka menulis, kamu juga tidak tahu aku punya sebuah gubuk di dunia maya. Sebuah gubuk tempat semua mimpi ku tulis. Sebuah gubuk yang selalu menjadi tempat terakhirku untuk menenangkan pikiran.
Jangan khawatir aku tidak akan pernah marah hanya karena hal kecil yang kamu tidak ketahui tentangku. Aku benar-benar memikirkanmu malam ini, benar-benar masih membuatku ingin menangis beberapa hari mengingat semua pertanyaan yang kamu lontarkan dua hari yang lalu. Mengingat bagaimana kamu selalu mengatakan “TIDAK” untuk setiap hal aku kerjakan. Bahkan, untuk membencimu karena larangan-larangan itu aku tidak mampu, ayah.

Hari ini akan aku jelaskan padamu, pertanyaan dua hari yang lalu yang kamu kirimkan seperti orang marah. Malam ini akan aku coba untuk membuatmu mengerti, walau pada akhirnya kembali kamu yang menang. Kembali kamu yang benar. Karena orang tua tidak pernah salah, sesuai dengan prinsipmu.

From : Bapak
Bapak tanya sama kamu, displin ilmu yang kamu tekuni sekarang tidak ada sangkut pautnya dengan anak-anak yg kamu ajari. Apa gunanya kamu mengajari mereka? Pada akhirnya mereka akan tetap sama. Berhenti mengajari mereka!

Ku harap jawabanku ini bisa membuatmu mengerti ayah. Memang disiplin ilmu yang aku tekuni sekarang berbeda jauh. Aku bukan seorang sarjana dari jurusan pendidikan. Yang memang tugasnya mendidik setelah selesai study. Aku sarjana ekonomi, sama seperti keinginanmu ketika pertama kali aku meminta untuk memilih fakultas Hukum. Lantas, bukan berarti aku yang notabenenya seorang Sarjana Ekonomi tidak mampu menerapkan ilmu yang aku dapatkan sejak kuliah.

Tidak perlu S.Pd untuk menjadi seorang pendidik. Siapapun bisa. Aku, teman-temanku, mama, bahkan adik kecil yang ku kenal dari Komunitas Sikola Macca (RIO). Aku bahkan mendapat banyak pelajaran dari bocah kecil itu, tentang sebuah kesedrhanaan, tentang sebuah kerendahan hati, dan banyak lagi. Tidak masalah aku mengajarkan mereka pelajaran yang begitu dasar, setidaknya bukan hanya pelajaran yang aku berikan kepada mereka. Tapi juga semangat, semangat untuk berubah menjadi lebih baik. Bukankah, kamu pernah mengajariku untuk terus membantu orang lain?

Lalu, pertanyaanmu tentang apa gunanya aku mengajari mereka? Mungkin dari sudut pandangmu tidak berguna sama sekali, karena tidak ada uang yang aku terima begitu selesai mengajari mereka. Tapi bagiku sangat berguna. Dengan aku mengajari mereka, mereka jadi lebih tahu. Mereka jauh lebih bisa dari sebelumnya. Walaupun lama prosesnya tapi mengajari mereka sangat berguna. Bukan untukku tapi untuk mereka. Coba sesekali kamu membuka sedikit hatimu ayah, bahwa menjadi orang yang berguna bukan ketika kita selalu mendapat timbal balik dari apa yang diharapkan. Harapanku cuma satu ketika mengajari mereka, aku ingin mereka jauh lebih baik di masa akan datang. Aku belajar bagaimana menjadi kuat dari keluarga kecil kita, menjadi orang yang memegang prinsipnya darimu. Lantas, jika semua yang aku lakukan justru buruk di hadapanmu, maka apa yang baik di matamu ayah?

Aku tahu diantara keempat anaku hanya aku yang paling merepotkan. Dari aku lulus SMA saja sudah begitu merepotkan. Diantara keempat anakmu, hanya aku yang paling bodoh. Paling keras kepala (Jika memang tidak sesuai dengan prinsipku). Diantara semua hanya aku yang paling meledak ketika hal menyakitkan menghampiri. Karena aku pernah mengalaminya sekali dan itu benar-benar menyakitkan. Ketahuilah ayah, sebodoh-bodohnya anakmu ini, sekeras kepalanya anakmu ini, dan seburuk-buruknya anakmu ini. Aku akan selalu menjaga nama baikmu. Selalu.

From : Bapak
Orang tua mereka saja tidak peduli dengan anaknya sendiri. Jangan membuang masa depanmu dengan peduli terhadap mereka terus. Anak2 seperti itu tidak akan terikat perasaannya denganmu. Membuang-buang waktumu saja. Apa kamu pikir mereka akan mengingat semua yang kamu lakukan? Berhenti melakukan hal yang tidak berguna sama sekali.

Karena orang tua mereka tidak peduli terhadap mereka aku turun tangan langsung ayah. Siapa yang akan mempedulikan mereka jika bukan aku yang memulainya. Siapa yang akan memperjuangkan mereka jika bukan aku. Siapa yang akan membela hak mereka jika bukan aku. Siapa yang akan mengajari mereka untuk berubah menjadi lebih baik jika bukan aku. Mereka anak-anak yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari orang tua mereka, aku sudah banyak mendaptkan itu darimu dan mama. Sekarang aku bagi untuk mereka.

Aku tahu banyak manusia yang bertebaran dikota ini yang bisa membantu mereka. Tapi, aku juga ingin menjadi bagian dari manusia-manusia itu. Aku ingin membuat mereka percaya bahwa Allah Maha Adil. Bahwa, walau mereka dari keluarga kecil mereka bisa seperti yang lain. Aku ingin merubah pandangan orang-orang yang menatap jijik ke mereka hanya karena mereka lebih sering bermain dengan debu jalanan. Aku ingin membuat orang-orang mencintai mereka, karena mereka tidak pernah mendapatkan itu.

Mereka mungkin akan lupa atas apa yang telah ku lakukan. Tidak apa-apa, aku melakukan semuanya bukan untuk diingat tapi agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak kelak. Cobalah jalan-jalan ke tempat mereka kerja ayah, tak jarang orang-orang menghardik mereka, memarahi mereka. Aku hanya berusaha untuk mengembalikan hak mereka sebagai seorang anak. Mencoba menghadirkan senyum ditengah-tengah kesusahan mereka. Tidak peduli mereka ingat aku nantinya atau tidak. Yang ku pedulikan sekarang, bagaimana caranya membuat mereka bisa membaca dan mencintai sekolah.

Kita tidak pernah sejalan dalam banyak hal ayah. Aku memang suka uang, sangat menyukainya, tapi bukan berarti uang adalah segalanya yang harus aku dahulukan di dunia ini. Anakmu yang satu ini memang selalu berfikir beda darimu. Aku tidak berharap kamu akan bercerita tentangku di depan temanmu sama ketika aku tidak sengaja mendengar betapa kamu bangga terhadap anak-anakmu yang lain tanpa aku yang kamu sebutkan. Bangga karena anakmu bisa membeli mobil dari penghasilnya sendiri, aku juga ingin tapi ada hal yang lebih penting yang harus aku dahulukan. Anakmu yang satu ini memang berbeda, karena ketika semua orang mendaftar untuk menjadi PNS aku justru tidak mengikuti tes. Karena aku tahu, ketika aku melakukan apa yang aku sukai maka semesta akan ikut mendukungku. Anakmu yang satu ini memang selalu tampak aneh, lebih mempertahankan jilbabnya ketimbang sebuah pekerjaan. Karena prinsip yang aku bangun yang membuatku percaya akan keajaiban Allah yang ku sebut kerja keras.

Percaya padaku ayah, anakmu yang satu ini sedang berusaha membuatmu bangga padaku dengan caraku sendiri bukan cara yang berusaha kamu tunjukkan. Suatu saat kuharap aku bisa mendengar darimu, “Anak yang berdiri disana itu adalah anakku, namanya Arini Aris.”



















Salam Bakti Ananda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar