Maret 28, 2013

J I K A

“Jika Tuhan memberikan satu kesempatan untuk hidup kembali, apa yang kamu lakukan?”
            Hujan masih mengguyur kota Makassar, beberapa orang berteduh dengan nyamannya di bawah pohon-pohon di pinggir jalan, beberapa juga berteduh di emper-emper toko mencoba menunggu hujan sedikit reda lalu kembali menerobos gerimis. Jika hujan turun seperti ini jalanan akan terlihat ramai, para pengguna kendaraan bermotor yang mengenakan jas hujan berwarna-warni menjadi salah satu ciri khas hujan di kota yang lumayan padat ini.
            Dari balik jendela Fitri mengamati setiap gerakan orang-orang diluar sana. Sesekali dia tersenyum sesekali dia cemberut dan mengomel sendiri. Pak Budi yang telah lama bekerja untuk ayah dan ibu Fitri juga beberapa kali tersenyum melihat tingkah gadis ini.
            “Pak di depan belok kiri, lampu merah pertama bapak berhenti ya. Biar dapat lampu merah bapak jalannya pelan-pelan saja.”
            Dua minggu ini Fitri selalu pulang melalui jalur yang cukup jauh. Ada kegiatan baru yang dia suka disana, lampu merah tempat yang menurutnya mampu membuatnya tersenyum. Mobil melaju perlahan, Pak budi tetap fokus pada satu arah sementara Fitri mencari satu sosok yang membuatnya senang.
            “Berhenti pak!” Sahutnya tiba-tiba.
            Seseorang dengan pakaian hitam dan sebuah topi usang datang mendekatinya. Kaca jendela dibiarkan terbuka setengah. Sedetik kemudian alunan lagu yang selalu dia dengarkan kembali di dengar sore ini. Judulnya “Jika”, jika perkiraan Fitri tidak salah anak itu yang menciptakan sendiri lirik juga musiknya.
“Tinggal dimana?” Fitri tersenyum ramah.
“Tuh mbak, disana. Rumah kayu yang hampir rubuh.”
“Besok nyanyi lagu yang sama ya.” Fitri memberikan uang 50ribuan sebagai imbalan untuk satu lagu kesukaannya.
***
            “Jika Tuhan memberikan kamu satu kesempatan untuk hidup apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Fitri ketika break Les Piano pada Fina salah satu teman terdekatnya.
            “Hmmm, apa ya? Gue bingung. Mungkin gue bakalan lakuin apa yang belum pernah gue lakuin dan yang sangat ingin gue lakuin.”
“Contohnya?”
“Hmmm, keliling dunia kali.”
“Kalau seandainya Tuhan memberi kehidupan di dunia setelah dunia ini, apa kamu masih tetap ingin menjadi Fina yang terlahir sebagai keluarga berada?”
“Ihh lo kok nanya gitu sih.”
“Jawab aja Fina cantik.”
“Mungkin. Iya. Mungkin gak. Gue kadang bosen dengan hidup gue, bangun pagi yang gue dapetin pembantu lagi nyiapin makanan. Bokap nyokap udah gak tahu dimana tuh. Pulang sekolah lagi-lagi gue cuma nemu pembantu, bokap nyokap dirumah ketika gue tidur. Ahh boring ga tuh hidup seperti itu.”
“Iya sih. Tapi mama papa saya tidak seperti itu. Mereka memang sibuk tapi tidak pernah dalam sehari mereka melupakan saya.”
“Lo sih enak, bangun tidur nyokap lo masih sibuk di dapur lah gue!”
“Jadi jawabannya?”
“Gue pilih tetap jadi Fina.” Fina tersenyum lalu beranjak dari kursinya dan mulai latihan lagi.
Lagi-lagi hujan masih tetap turun, masih setia menemani perjalanan Fitri yang cukup jauh. Masih setia pula lagu-lagu Sheila On 7 dia dengarkan. Matanya sesekali menatap cahaya-cahaya lampu jalanan yang kian terlihat seperti bintang dari kejauhan.
“Pak Budi kalau dikasih kesempatan untuk kembali mengulang kehidupan bapak mau gak jadi orang lain?” Tanya Fitri tiba-tiba.
“Aduh non. Bapak mau jadi Pak Budi saja, ketemu Non Fitri sama keluarga non fitri lagi. Kalau jadi orang lain, bapak tidak akan bertemu sama Non Fitri, ketemu sama tuan dan nyonya.”
“Gitu ya Pak.” Fitri menatap wajah pria paruh baya ini yang begitu setia selama beberapa tahun pada keluarganya.
“Kenapa tiba-tiba bertanya hal seperti itu Non?” Kali ini pertanyaan dari Pak Budi yang membuat Fitri terkejut.
“Tidak apa-apa pak, Fitri hanya bingung. Jika suatu hari Fitri meninggal lalu hidup kembali Fitri bakalan milih jadi Fitri yang sekarang atau Fitri yang lain? Semuanya berputar di kepala Fitri sekarang ini.”
“Non Fitri sakit ya?”
“Ahhh, tidak-tidak. Bapak jangan bilang-bilang ya ke mama atau papa obrolan kita hari ini.”
“Jika kamu merasa pusing dengan beberapa pertanyaan dikepalamu, coba bermain dengan hujan sebentar. Biarkan tetesannya membasahi kepalamu dan biarkan senyummu menjadi obat rasa pusingmu. Hujan itu ajaib, seperti ajaibnya Tuhan mempertemukan kita dalam satu kisah yang tidak saya duga.”
Beberapa kalimat puisi yang pernah di baca Fitri kembali berputar di kepalanya. Puisi-puisi yang membuatnya kini jatuh cinta pada sastra, bukan lagi pada gitar dan piano. Sebab dengan sastra beberapa ungkapan hati yang tidak terucap dilidah terucap dengan begitu indah melalui tulisan.
***
            Bau obat dan ruangan-ruangan yang tampak penuh dengan orang-orang yang sedang menunggu menjadi ciri khas sebuah rumah sakit. Hari ini jadwal Fitri untuk kerumah sakit, kursi roda dan beberapa alat infus sebenarnya musuh bebuyutan gadis ini, namun karena tidak bisa mungkir dari kondisi yang telah dia rutin lakukan akhirnya Fitri berdamai dengan mereka. Ranjang-ranjang putih dengan beberapa anak terbaring disana menjadi pemandangan wajib bagi Fitri di akhir pekan. Pamannya yang bekerja sebagai dokter bedah di rumah sakit milik ayahnya yang selalu membantunya menangani masalah-masalah pada dirinya.
            Rutinitas weekend yang dia namai “Berdamai dengan Musuh” ini sudah hampir empat bulan dia lakukan. Alat-alat pemacu jantung, alat untuk mencuci darah, juga jarum suntik telah lama menjadi teman barunya. Matanya selalu sendu ketika melihat alat-alat itu, pikirannya hanya satu “Bisakah hidup menghampiri besok?” dan jawaban yang sama atas pertanyaan itu selalu menjadi bagian terpenting untuk menyemangatinya.
            “Kamu belum bangun juga jagoan? Hari ini saya membawakan semangkuk sup gingseng. Hasil praktek dua minggu kemarin dan alhamdulillah rasanya benar-benar enak.” Fitri membongkar rantang putih yang dia bawa hari ini. Setelah membuka tutup sup yang dia bawa, matanya kembali melihat sebuah buku yang telah menjadi hiburannya setiap kali berkunjung.
            Temaram lampu membuat wajahmu terlihat sendu, jemari ini ingin merengkuhnya membenamkan dalam pelukan, jika kamu lelah bahu ini akan selalu ada untukmu. Tuhan, dia yang ku panggil Sayu akankah terus ada disampingku?
            Fitri lalu kembali membuka halaman selanjutnya.
            Jika malammu tak cukup hanya dengan tersenyum maka menangislah...
Jika airmatamu tak cukup menghapus perih, maka tertawalah...
Jika Tuhan tidak berpihak padamu, aku akan selalu disana untukmu...
Dan jika kehidupan memanggilku duluan, bisakah kamu yang disampingku?
“Tulisanmu benar-benar bagus. Bangunlah sekali saja, biar saya bisa memainkan musik untuk setiap tulisan yang kamu tulis.” Fitri menutup buku bersampul hitam dengan beberapa gambar dan coretan didepannya. Paling sudut disebelah kiri bawah tertulis sebuah nama “ADRIAN” dengan tinta perak.
“Saya menulis satu lagu untukmu. Semoga kamu bisa mendengarnya.” Fitri mengeluarkan gitar yang dia bawa. Sedetik kemudian, suara yang lumayan terdengar dari wajah ramahnya. Beberapa perawat selalu menyaksikan tingkah Fitri ini, sesekali mereka berbisik “Beruntunglah pria itu disukai sama Mbak Fitri. Udah baik, peduli lagi.” Lagu yang berjudul Jika yang sering dia dengar dari seorang pengamen, kini dia mainkan dengan musik dan lirik yang berbeda.
“Kamu bahkan tidak bertepuk tangan. Jarang-jarang loh saya nyanyi untuk orang lain. Ini pertama kalinya saya nyanyi dan cuma buat kamu. Jadi jagoan, minggu depan kalau kamu belum bangun juga saya akan membangunkanmu dengan cara saya sendiri.”
***
          Namanya Adrian, itu yang tertulis di buku puisi yang sering dia bawa. Beberapa nama sempat dia sebutkan disana. Amelia, Gina, lalu Fitri. Saya tahu itu bukan saya. Saya bertemu dengannya ketika pemeriksaan pertama kakak saya, dan secara kebetulan sahabat saya Dimas juga mengalami hal serupa seperti Adrian, hanya saja Dimas tidak tertolong. Kecelakaan motor yang membuatnya sampai sekarang belum sadar juga. Saya menemukan bukunya tergeletak di depan UGD ketika hendak menemui paman saya. Dari buku itu saya belajar banyak hal, dalam sebuah tulisannya dia menulis beberapa hal yang membuat saya jatuh cinta padanya. Salah satu favorit saya adalah “JIKA”, dan “Jika Tuhan memberikanmu satu kesempatan hidup sekali lagi, apa yang akan kamu lakukan?” kalimat terakhir ini yang begitu membuat saya pusing beberapa hari sejak bertemu dengannya.
          Kata paman, ada satu wanita yang selalu datang menjenguk Adrian. Setiap kali melihat Adrian terbaring di tempat tidur seperti mayat, dia akan menangis. Dan sampai sekarang belum sempat saya berjumpa dengannya. Mungkin wanita itu yang selalu menginspirasi Adrian untuk menulis, membuatnya bahagia. Mungkin juga dari pihak keluarga. Saya hanya bisa menerka-nerka, tapi yang saya tahu Jika Tuhan kembali memberikan saya kehidupan, saya akan memperbaiki semuanya. Semua yang dari awal salah, semua yang seharusnya tidak terjadi namun tetap terjadi.
          “’Jika’ itu ada, maka manusia akan selalu berharap pada satu hal yang membuatnya terluka di ujung kenyataan. Kesempatan untuk hidup itu selalu Tuhan berikan, bukan ketika kamu sekarat dan berandai-andai, tapi ketika kamu tertawa dan tidak sadar bahwa kamu telah merubah seseorang.”
          Namanya Adrian, Jika itu benar-benar ada, saya harap kamu membuka mata esok hari ketika fajar terbit, ketika semua orang berharap lebih padamu. Karena kamu yang membuktikan jika itu benar-benar ada.
            Fitri menutup bukunya, langit malam ini penuh dengan bintang. Dia duduk di depan jendela kamarnya tersenyum seolah Dimas dari kejauhan melihatnya, mengukir satu nama dari deretan bintang dan bergumam Tidak akan pernah Tuhan menghadirkan keajaiban jika umat-Nya tidak berharap. Minggu depan kamu harus bangun jagoan!! [ ]

6 komentar:

  1. Jika akhirnya kamu diberi kesempatan dan kamu sampai pada kehidupan yang kamu inginkan itu, masihkah kamu akan mempertanyakan hal yang sama?

    BalasHapus
  2. Tidak lagi. Karena apa yang saya cari pada akhirnya saya temukan. apa yang dulu saya inginkan akhirnya saya capai, maka tidak perlu lagi ada pertanyaan untuk kehidupan yang sudah lama menjadi tanda tanya untuk saya. Kehidupan yang pada akhirnya sesuai dengan harapan saya. Mungkin pertanyaan lain lagi yang akan muncul :D

    Terima kasih banyak pertanyaan, sungguh membuat berfikir. Who Are you??

    BalasHapus
  3. Bukankah manusia punya sifat dasar yang tidak pernah puas? Bahkan mengenai kehidupannya :D
    Tapi biarlah jadi misteri, karena kita pun belum pernah merasakan terpenuhi keinginan untuk terlahir kembali tersebut. :D

    Siapa saya? Kan kita sudah kenalan, Arini, :p

    BalasHapus
  4. Beberapa mungkin memang tidak pernah puas. Tapi beberapa dari mereka cukup puas dengan apa yang didapatkan Sekarang. Ya, kehidupan selalu menjadi misteri.

    Dan pertanyaan saya itu benar2 tentang siapa kamu sebenarnya :)

    BalasHapus
  5. ^_^ post ttg Ultah MIB blum slesai ya...

    sy tunggu ya...

    P.S. Jgn bertengkar dak baik... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahahahaha.... Masih di tagih tah kak -____-!!
      Sipsip, ntar malam saya posting :D

      Terima kasih sudah mampir digubuk saya..

      Hapus